BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reformasi di Indonesia tahun 1998 adalah suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hokum, social, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan orinsip kebebasan, persamaan, danpersaudaraa.
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hokum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor pendorong timbulnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi suatu indicator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak dapat ditawar lagi, oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Dengan semangat reformasi rakyat menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Indonesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan danpenderitaanrakyat.
Persoalan pokok yang mendorong atau menyebab lahirnya gerakan reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goring, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam, mengalami kenaikan yang tinggi.
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hokum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor pendorong timbulnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi suatu indicator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak dapat ditawar lagi, oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Dengan semangat reformasi rakyat menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Indonesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan danpenderitaanrakyat.
Persoalan pokok yang mendorong atau menyebab lahirnya gerakan reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goring, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam, mengalami kenaikan yang tinggi.
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuan dalam melaksanakan cita - cita Orde Baru. Pada awal
kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahanan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Bahkan Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi.
kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahanan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Bahkan Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, adapun beberapa masalah yang dirumuskan antara lain:
1. Jelaskan Peran Mahasiswa Dalam Reformasi?
2. Jelaskan Penyebab Turunnya Soeharto dan Naiknya Habibi?
3. Bagaimana Jalannya Kabinet Reformasi Pembangunan?
4. Bagaimana Kondisi Sosial Ekonomi Pada Masa Reformasi?
5. Bagaimana Kehidupan Ketatanegaraan Pada Masa Reformasi?
6. Jelaskan Masa Akhir Reformasi?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui Peran Mahasiswa dalam Reformasi
2. Untuk memahami Penyebab Turunnya Soeharto
3. Untuk mengetahui Kehidupan Setelah Era Reformasi
4. Untuk Mengetahui Akhir Masa Reformasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Mahasiswa Dalam Era Reformasi
Dalam perjalanan mengarungi kehidupan bernegara, sejarah bangsa pula mencatat bahwa mahasiswa selalu berperan penting dalam proses demokratisasi dan pembelaan hak dan kebebasan dasar manusia. Begitu banyak peran dan kontribusi mahasiswa dalam mengisi kemerdekaan sebagai kekuatan kritik-moral, penyeimbang, dan penekan atas jalannya kekuasaan yang melenceng dari cita cita negara hukum dan Proklamasi 17 Agustus 1945. Gerakan Reformasi 1998 yang berhasil memaksa Soeharto untuk berhenti dari jabatan Presiden adalah salah satu saja contoh peran mahasiswa dalam mentransformasi amanat penderitaan rakyat menjadi kekuatan yang menyudahi kekuasaan rejim nan represif. Gerakan mahasiswa kala itu kemudian diambil alih oleh elite politik dengan reformasi konstitusi, pencabutan Dwi Fungsi ABRI, kemerdekaan pers, dan berbagai hal lainnya yang dimaksudkan menciptakan Indonesia yang lebih demokratis. Reformasi yang dimotori oleh para mahasiswa ini memiliki agenda pertama yaitu menurunkan Soeharto dan kroninya dari tampuk pemerintahan. Gerakan mahasiswa ini berjalan secara simultan hampir di semua kota di Indonesia tetapi berpusat di Jakarta pada tanggal 13-15 Mei terjadi peristiwa penembakan mahasiswa yang dikenal dengan “Tragedi Semanggi” yang diikuti dengan kerusuhan berunsur Sara disertai penjarahan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban dan kerugian yang tak terhitung. Kejadian penembakan terulang kembali saat para mahasiswa yang sedang berdemonstrasi bentrok dengan aparat yang mencegah mereka keluar dari lingkungan kampus.
Puncak dari semua itu adalah pendudukan gedung MPR/DPR oleh para mahasiswa yang menuntut Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai presiden selama hampir 32 tahun. Soeharto secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 20 Mei 1998. Jabatan presiden dilimpahkan kepada B.J. Habibie yang disumpah pada tanggal 21 Mei 1998. Sejak saat itulah Orde Reformasi dan babak baru perkembagan demokrasi di Indonesia dimulai.
Gerakan menciptakan awal yang dilakukan oleh Mahasiswa untuk perubahan menuju era reformasi berhasil, namun masih ada pekerjaan rumah hingga saat ini untuk mewujudkan cita-cita reformasi. Pasca reformasi, tokoh-tokoh reformasi bersaing lewat dunia politik untuk menjadi pemimpin bangsa ini. Dan beberapa tokoh reformasi, seperti Megawati Soekarnoputri dan Gus Dur berhasil menjadi Presiden Republaik Indonesia (Gus Dur Presiden RI ke-4 & Megawati Soekarnoputri Presiden Ri ke-5), sedangkan Amin Rais menjadi ketua MPR RI pada tahun 1999. Gerakan mahasiswa dan tokoh-tokoh mahasiswa berupaya untuk terus mewujudkan reformasi di Indonesia. Beberapa keberhasilan proses reformasi yakni Pemilu 1999 yang diikuti oleh banyak partai, kebebasan pers dan media, kebebasan umat beragama (Konghuchu masuk menjadi salah satu agama di Indonesia), pemisahan POLRI dan TNI, TNI kembali ke barak, reformasi POLRI (polisi sipil), upaya penumpasan KKN dan banyak UU direvisi menjadi pro-rakyat. Proses menuju cita-cita reformasi terus berlanjut hingga kepemimpinan presiden saat ini, dan belum tuntas. Era reformasi mahasiswa mengambil peran sangat besar, sejak awal terjadinya perubahan, hingga pengawalan terhadap perubahan dalam masyarakat akibat reformasi. Gerakan mahasiswa masih tetap berpikir kritis dan memberikan pernyataan sikap terhadap kinerja pemerintah, serta kebijakan-kebijakan. Saat ini peran mahasiswa untuk terus mengawal reformasi masih berjalan.
Gerakan menciptakan awal yang dilakukan oleh Mahasiswa untuk perubahan menuju era reformasi berhasil, namun masih ada pekerjaan rumah hingga saat ini untuk mewujudkan cita-cita reformasi. Pasca reformasi, tokoh-tokoh reformasi bersaing lewat dunia politik untuk menjadi pemimpin bangsa ini. Dan beberapa tokoh reformasi, seperti Megawati Soekarnoputri dan Gus Dur berhasil menjadi Presiden Republaik Indonesia (Gus Dur Presiden RI ke-4 & Megawati Soekarnoputri Presiden Ri ke-5), sedangkan Amin Rais menjadi ketua MPR RI pada tahun 1999. Gerakan mahasiswa dan tokoh-tokoh mahasiswa berupaya untuk terus mewujudkan reformasi di Indonesia. Beberapa keberhasilan proses reformasi yakni Pemilu 1999 yang diikuti oleh banyak partai, kebebasan pers dan media, kebebasan umat beragama (Konghuchu masuk menjadi salah satu agama di Indonesia), pemisahan POLRI dan TNI, TNI kembali ke barak, reformasi POLRI (polisi sipil), upaya penumpasan KKN dan banyak UU direvisi menjadi pro-rakyat. Proses menuju cita-cita reformasi terus berlanjut hingga kepemimpinan presiden saat ini, dan belum tuntas. Era reformasi mahasiswa mengambil peran sangat besar, sejak awal terjadinya perubahan, hingga pengawalan terhadap perubahan dalam masyarakat akibat reformasi. Gerakan mahasiswa masih tetap berpikir kritis dan memberikan pernyataan sikap terhadap kinerja pemerintah, serta kebijakan-kebijakan. Saat ini peran mahasiswa untuk terus mengawal reformasi masih berjalan.
2.2 Turunnya Soeharto Dan Naiknya B.J Habibi Sebagai Presiden RI
a) Berakhirnya Masa Orde Baru
Perjalanan sejarah Orde Baru yang panjang, Indonesia dapat melaksanakan pembangunan dan mendapat kepercayaan dari dalam maupun luar negeri. Rakyat Indonesia yang menderita sejak tahun 1960- an dapat meningkat kesejahteraannya. Akan tetapi keberhasilan pembangunan pada waktu itu tidak merata karena terjadi kesenjangan sosial ekonomi yang mencolok antara si kaya dan si miskin. Bahkan Orde Baru ingin mempertahankan kekuasaannya terus menerus dengan berbagai cara. Hal ini menimbulkan berbagai efek negatif. Berbagai bentuk penyelewengan terhadap nilai- nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 itu disebabkan oleh adanya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Masyarakat menuntut adanya perubahan di bidang politik, ekonomi, demokratisasi dalam kehidupan sosial serta dihormatinya hak asasi manusia.
Adapun bentuk efek yang ditimbulkan pada masa orde baru, antara lain : 1. Krisis Politik
Permasalahan politik muncul karena demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya, sehingga terdapat kesan bahwa kedaulatan berada di tangan pihak/kelompok tertentu bahkan lebih banyak dipegang oleh kelompok penguasa. Segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila,namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan penguasanya (Soeharto). Padahal dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”., namun faktanya angora MPR sudah diatur dan di rekayasa,sehingga sebagian besar anggota MPR diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan ini mendorong munculnya rasa tidak percaya dari masyarakat terhadap wakil-wakil mereka tersebut (MPR & DPR). Ketidakpercayaan tersebutlah yang mendorong munculnya gerakan reformasi. Selain itu,pada masa orde baru pemerintah juga tidak berhasil membangun kehidupan politik yang terbuka ,demokratis, jujur dan adil. Pemerintah bersikap tertutup.otoriter dan personal. Masyarakat yang memnerikan kritik terhadap pemerintah akan dianggap anti pemerintah,menghina kepala Negara,dan anti pancasila. Akibatnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak terwujud.
Kehidupan politik pada masa orde baru memang bersifat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis,dimana cirri-ciri kehidupan politik yang represif diantaranya adalah :
a. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
b. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa
c. Terjadinya KKN yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
d. Pelaksanaan dwi fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga Negara sipil untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintah
e. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Mekipun Soeharto terpilih menjadi presiden melalui sidang Umum MPR namun pemilihan tersebut merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
Gerakan reformasi menuntut terjadinya perombakan/reformasi total disegala bidang termasuk keanggotaan MPR,DPR yang menurut masyarakat sarat dengan unsure KKN. Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan,yaitu diantaranya :
a. UU No 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
b. UU No 2 Tahun 1985 tentang Susunan,Kedudukan,Tugas,dan Wewenang DPR/MPR
c. UU No 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
d. UU No 5 Tahun 1985 tentang Referendum
e. UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa
Kondisi dan situasi politik di Indonesia semakin memburuk setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia. Krisis politik sebagai salah satu factor pendorong reformasi bukan hanya menyangkut masalah internal PDI saja namun masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat maupun pemerintah Indonesia. Pada masa itu sikap pemerintah akan sangat keras terhadap siapapun yang berani memberikan kritik maupun menentang terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu masyarakat juga menuntut adanya pembatasan masa jabatan presiden.
2. Krisis Hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya,kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.
Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yang menyatakanbahwa”kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)”. Dengan adanya ketidakadilan-ketidakadilan di bidang hokum tersebut mendorong masyarakat untuk menuntut adanya reformasi. Mahasiswa sebagai salah satu motor penggerak adanya reformasi juga melakukan tuntutan dalam bidang hokum agar dapat menddudukkan masalah-masalah hokum pada kedudukan atau posisi yang sesunggunya.
3. Krisis Ekonomi
Dengan adanya krisis yang melanda Negara-negara Asia Tenggara pada bulan Juli 1996 ternyata juga mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Indonesia belum mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Akibatnya banyak perusahaan ditutup yang berimbas pada naiknya jumlah pengangguran dan naiknya tingkat kemiskinan. Selain itu,daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
a. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang Negara (hutang swasta), tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 Februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar AS,sedangkan hutang swasta mencapai 73,962 miliar dollar AS. Akibat dari hutang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis.keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan Indonesia yang dianggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
b. Industrialisasi
Pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai Negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata).
c. Pemerintahan Sentralistik
Pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Pelaksanaan poitik sentralistik ini terlihat dari sebagian besar kekayaan di daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhada[p pemerintah pusat.
Krisis moneter tidak hanya menimbulakan kesulitan keuangan Negara tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.. Kondidsi perekonomian semakin memburuk karena pada akhir 1997 persediaan sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini mengakibatkan harga-harga barang naik secara tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat.
Untuk mengatasi kesulitan moneter,pemerintah meminta bantuan IMF. Namun kucuran dana daii IMF yang sangat diharapkan oleh pemerintah belum terrealisasi walaupun pada tanggal 15 Januari 1998 Indonesia telah ,menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau LOL) dengan IMF. Beban kehidupan masyarakat pun semakin berat ketika pada tanggal 12 Mei 1998 pemerintah mengumumkan kenaikan ongkos angkutan dan BBM. Dengan itu,barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup.
4. Krisis Kepercayaan
Dengan adanya krisis ekonomi.politik dan hokum mengakibatkan adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat menjadi hilang kepercayaan kepada pemerintah. Dengan adanya berbagai penderitaan ekonomi dan politik yang dialami masyarakat mendorong terjadinya perilaku negative dan anarkhis. Beban yang semakin berat serta tidak adanya kepastian kapan berakhirnya penederitaan yang mereka alami mengakibatkan masyarakat frustasi dan semakin membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah. Ketidakpuasan ini ditunjukkan dengan melakukan demonstrasi besar-besaran yang banyak berakhir pada kerusuhan yang memakan banyak korban di beberapa daerah.
Menghadapi demonstrasi yang bertubi-tubi dan kerusuhan yang tidak terkendali atas desakan dari berbagai elemen masyarakat termasuk tokoh-tokoh politik deklarator Ciganjur saat itu seperti Gus Dur, Amien Rais, Megawati Soekarno Putri, Sultan Hamengkubuwono dan lainnya mendesak Presiden Soeharto untuk segera turun dari jabatannya guna menghindari kerusuhan yang lebih besar, Ketua MPR Harmoko yang dua bulan sebelumnya meminta Soeharto untuk kembali memimpin Republik Indonesia karena alasan bahwa seluruh rakyat Indonesia masih menginginkan Soeharto untuk memimpin Indonesia, pada saat itu kembali menarik ucapan bahwa ternyata rakyat Indonesia sudah tidak menginginkan Soeharto untuk memimpin Indonesia dan mengharap Presiden Soeharto segera lengser keprabon. Sebenarnya pendukung Soeharto saat itu sangat besar, namun untuk menghindari adanya korban jiwa dan materi yang semakin banyak, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 Presiden Soeharto membacakan pidato tentang pengunduran dirinya dan secara konstitusional memberikan jabatan presiden kepada Wakil Presiden BJ Habibie untuk melanjutkan tampuk kekuasaan di Indonesia. Dari pemerintahan Presiden Habibie inilah kemudian reformasi digulirkan dengan agenda-agenda perbaikan di berbagai bidang kehidupan beebangsa baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan maupun pertahanan dan keamanan. b) Masa Pemerintahan B.J Habibie Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
2.3 Kabinet Reformasi Pembangunan
1. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998.
Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia anataranya :
- Merekapitulasi perbankan
- Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
- Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
- Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
- Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent.
2. Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas.
Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat.
Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.
3. Masalah Dwi fungsi ABRI
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
4. Reformasi Bidang Hukum
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.
Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.
5. Sidang Istimewa MPR
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.
6. Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat.
Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional.
Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.
7. Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999
Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang.
Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
2.4 . Kondisi Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Sejak Reformasi
1. Kondisi Sosial Masyarakat Sejak Reformasi
Sejak krisis moneter yang melan da pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang deberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pengangguran dalam jumlah yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah masalah social dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan tindakan criminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu hendaknya pemerintah dengan serius menangani masalah pengangguran dengan membuka lapangan kerja yang dapat menampung para penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah hendaknya dapat menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur tersebut. Masalah pengangguran merupakan masalah social dalam kehidupan masyarakat dan sangat peka terhadap segala bentuk pengaruh.
2. Kondisi Ekonomi Masyarakat Indonesia
Sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Sebagai akibatnya, petumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung memburuk sejak krisis tahun 1997.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat lima sector kebijakan yang harus digarap, yaitu :
a. perluasan lapangan kerja secara terus menrus melalui investasi dalam dan luar negeri se efisien mungkin.
b. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau.
c. Penyediaan failitas umum seperti rumah, air minum, listrik, bahan baker, komunikasi, angkutan dengan harga terjangkau.
d. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau.
e. Penyediaan klinik, dokter dan obat onbatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau pula.
Disamping penanganan masalah pengangguran,dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah hendaknya juga memperhatikan harga harga produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat, maka permintaan petani terhadap barang barang non pertanian juga meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian yang tidak merugikan petani, maka para petani yang mampu membeli produk industri non pertanian akan memberi semangat bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, pemerintah membuat skala prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar Indonesia keluar dari krisis.
Terpilihnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik menggantikan Gus Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat dengan meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi perekonomian Negara yang ditinggalkan oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang Presiden dalam waktu singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.
2.5 Kehidupan Ketatanegaraan Pada Masa Reformasi
Era reformasi yang dimulai pada tahun 1999, membawa perubahan-perubahan yang mendasar dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan kita sebagaimana nampak pada perubahan yang hampir menyeluruh atas Undang Uundang Dasar 1945. Perubahan undang-undang dasar ini, sebenarnya terjadi demikian cepat tanpa dimulai oleh sebuah perencanaan panjang. Hal ini terjadi karena didorong oleh tuntutan perubahan-perubahan yang sangat kuat pada awal reformasi antara lain tuntutan atas kehidupan negara dan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis, penegakan hukum yang lebih baik, penghormatan atas hak-hak asasi manusia dan berbagai tuntutan perubahan lainnya.
Terhadap berbagai tuntutan tersebut para anggota MPR meresponsnya dengan memulai perubahan terhadap sesuatu yang mendasar yaitu perubahan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa salah satu sumber permasalahan yang menimbulkan problem politik dalam penyelenggaraan pemerintahan negara selama ini adalah karena kelemahan Undang Undang Dasar 1945 antara lain:
Terhadap berbagai tuntutan tersebut para anggota MPR meresponsnya dengan memulai perubahan terhadap sesuatu yang mendasar yaitu perubahan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa salah satu sumber permasalahan yang menimbulkan problem politik dalam penyelenggaraan pemerintahan negara selama ini adalah karena kelemahan Undang Undang Dasar 1945 antara lain:
· UUD 1945 menyerahkan kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden.
· Tidak adanya prinsip check and balances dalam UUD 1945 antara lain menyerahkan kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat.
· UUD 1945, terlalu fleksibel menyerahkan penyelenggaraan negara pada semangat para penyelenggara negara yang dalam pelaksanaannya banyak disalahgunakan.
· Pengaturan mengenai hak asasi manusia yang minim, serta
· Kurangnya pengaturan mengenai pemilu dan mekanisme demokrasi.
Oleh karena itu, perubahan UUD 1945 yang pertama pada sidang umum tahun 1999, terjadi dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya sekitar satu minggu perdebatan pada tingkat Panitia Ad Hoc, menghasilkan perubahan penting terhadap 9 pasal yang terkait dengan penyeimbangan kedudukan Presiden dengan DPR.
Walaupun demikian, kalau kita kembali melihat sejak awal pemerintahan Presiden Habibie ide perubahan UUD 1945 telah dimulai dan bahkan pernah dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Prof.DR. Bagir Manan untuk mengkaji perubahan UUD 1945 dan telahmelakukan serial diskusi yang cukup panjang dan menghasilkan berbagai pemikiran terhadap perubahan undang-undang dasar ini dalam sebuah buku. Karena itu, ketika perdebatan pada MPR mengenai perubahan undang-undang dasar ini sebagian besar fraksi telah menyiapkan rancangan perubahan yang menyeluruh atas undang-undang dasar 1945 itu. Karena waktu yang tidak memungkinkan, perubahan pertama itu hanya terjadi terhadap beberapa pasal yang terkait dengan pembatasan kekuasaan Presiden dan penguatan DPR, dan perubahan lainnya dicadangkan pada sidang tahunan berikutnya.
Karena begitu luasnya perdebatan awal ketika memulai perubahan ini, untuk menghindari disorientasi dalam perubahan-perubahan yang akan dilakukan, seluruh fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada saat itu menyepakati lima prinsip yaitu:
· Tidak mengubah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
· Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
· Mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
· Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan ke dalam pasal-pasal.
· Perubahan dilakukan dengan cara adendum.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang telah dilakukan selama 4 kali. Perubahan Pertama tahun 1999, Perubahan Kedua tahun 2000, Perubahan Ketiga tahun 2001 dan Perubahan Keempat tahun 2002, telah membawa implikasi politik yang sangat luas dalam sistem ketatanegaraan Indoneisa. Kalau kita membaca dengan cermat perubahan tersebut, akan nampak bahwa empat kali perubahan merupakan satu rangkaian perubahan yang dilakukan secara sistematis dalam rangka menjawab tantangan baru kehidupan politik Indonesia yang lebih demokratis sesuai dengan perkembangan dan perubahan masyarakat.
Tuntutan perubahan sistem politik dan ketatanegaraan dalam bentuk perubahan Undang Undang Dasar 1945, adalah pesan yang sangat jelas disampaikan oleh gerakan reformasi yang dimulai sejak tahun 1998.
Keempat perubahan ini, mencakup aspek yang sangat luas dan mendalam baik dari jumlah pasal yang diubah dan ditambah maupun dari substansi perubahan yang terjadi. UUD 1945 sebelum perubahan hanya terdiri dari 16 bab, 37 pasal dan 47 ayat ditambah 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Setelah 4 kali perubahan, UUD 1945 menjadi 20 bab, 73 pasal, 171 ayat ditambah 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Substansi perubahan menyentuh hal-hal yang sangat mendasar dalam sistem politik dan ketatanegaraan yang berimplikasi pada perubahan berbagai peraturan perundangan dan kehidupan politik Indonesia di masa depan. Dalam kerangka inilah berbagai perundang-undangan baru bidang politik disusun, yaitu UU Partai Politik, UU Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta UU Susunan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
2.6 Akhir Masa Reformasi Masa reformasi ini dapat disebut dengan “liberalisasi politik”. Liberalisasi politik ini sebenarnya adalah proses pendefinisian ulang tentang hukum-hukum dan perluasan hak-hak. Liberalisai adalah proses pengektifitasan hak-hak individu dan kelompok dari perlakuan ketidakadilan negara. Liberalisasi ini ditandai dengan redefinisi hak-hak politik rakyat. Sehingga dengan demikian terjadi perubahan yang signifikan dalam bidang politik. Hal itu bisa terlihat dari banyaknya partai-partai politik baru bermunculan. Pemilu tahun 1999 adalah Pemilu pertama yang dilaksanakan pada masa Reformasi. Sama halnya seperti Pemilu tahun 1955, Pemilu tahun 1999 ini juga dinilai sebagai Pemilu yang paling bersih. Di mana Pemilu benar-benar murni tanpa campur tangan dan bahkan rekayasa pemerintah. Namun kita tentu saja tidak bisa berbangga begitu saja dengan reformasi ini sementara kondisi bangsa tetap saja begini. Bahkan tokoh bangsa yang tergabung dalam Petisi 50 menyatakan keprihatinannya terhadap kelanjutan reformasi ini. Mereka melihat bangsa Indonesia telah gagal dalam menjalankan visi dan misi reformasi. Kemiskinan, kemelaratan, penderitaan lahir batin semakin parah. Mereka yang miskin dan menganggur semakin meningkat jumlahnya. Sehingga, gerakan reformasi bertekad memulihkan pri kehidupan rakyat yang terpuruk. Kondisi bangsa dan rakyat di era Reformasi lebih dari 10 tahun sudah berjalan. Ada kemajuan yang dicapai, namun juga pastinya ada kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Ada sisi positif dari reformasi, juga ada sisi negatifnya. Tapi yang perlu menjadi bahan evaluasi adalah kekurangan-kekurangan tersebut, meskipun tidak mengesampingkan sisi positifnya. Dalam sebuah program di stasiun TV swasta pernah menampilkan 10 hal yang tidak disenangi rakyat Indonesia di era reformasi. Sepuluh fakta yang tidak disenangi oleh masyarakat pasca reformasi tersebut adalah: harga sembako mahal, tingkat korupsi masih tinggi, meningkatnya angka kriminalitas, ekonomi tidak stabil, kerusuhan meningkat, banyaknya demonstrasi, BBM langka dan mahal, sistem politik semrawut, kebebasan yang tidak bertanggungjawab, serta jumlah pengangguran yangbertambah. Terlepas dari survei tersebut, kenyataan yang ada memang juga demikian adanya. Harga BBM sempat terombang-ambing. Korupsi juga masih merajalela. Nuansa perpolitkan semakin mencekam. Banyak terjadi bentrokan yang tak berarti yang terjadi selama Pilkada ataupun Pemilu. Belum lagi bentrokan antar kelompok dan golongan. Seperti halnya kejadian Monas, bentrokan yang terjadi antara FPI dan AKKBB. Masalah kemiskinan, meskipun program Pemerintah untuk menangani masalah ini sudah cukup banyak yang terealisasikan seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan BOS (Bantuan Oprasional Sekolah), namun ternyata itu masih belum mampu menurunkan angka kemiskinan yang signifikan. Isu yang tak kalah penting lainnya adalah isu ekonomi. Ternyata sejak jatuhnya perekonomian di era Orde Baru, kita masih belum dapat bangkit meski sudah di era reformasi. Bahkan kondisi tersebut kian terancam memburuk saat terjadinya krisis finansial Amerika Serikat yang berimbas kepada krisis finansial global. Dampak dari itu semua, banyak pengusah-pengusaha yang bangkrut. Dan banyak juga terjadi PHK besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Untuk dapat membayar utang sebesar itu tentunya membutuhkan kebijakan yang besar pula, salah satunya dari Pajak Investor dan Eksport. Untuk mendapatkan Pajak Investor yang besar tentunya Pemerintah harus banyak mengundang Investor dan memberikan kemudahan-kemudahan bagi mereka supaya mereka dapat menanamkan modalnya di indonesia. Sehinggga apabila Investor tumbuh maka nilai eksport juga akan meningkat. Akan tetapi situasi seperti ini sebenarnya akan menyulitkan Indonesia itu sendiri. Investor-investor tersebut layaknya raja. Sehingga dengan demikian negara kita sangat rawan untuk diatur oleh investor-investor tersebut. Meskipun hal tersebut sudah ada ketentuan-ketentuan yang berlaku sebelumnya antara investor dengan Pemerintah. Dan yang ditakutkan dan yang berbahaya adalah masuknya paham ekonomi Neoliberalisme yang sangat tidak sesuai dengan Pancasila dan masyarakat Indonesia. Kalau kita amati seksama keadaan sekarang ini di era reformasi dengan perbandingannya kepada Orde Baru, maka tidak ada yang spesial dari sekedar kebebasan-kebebasan yang tanpa kontrol belaka. Bahkan dari isu stabilitas keamanan negara, sepertinya jaman Orde Baru lebih terkontrol daripada di era reformasi.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama menjadi perikehidupan baru yang lebih baik. Faktor penyebab terjadinya peristiwa Reformasi adalah karena adanya Krisis Politik, Ekonomi, Hukum dan Kepercayaan. Terjadinya peristiwa reformasi karena didorong oleh beberapa krisis tadi mendorong aksi mahasiswa menuntut reformasi demi kehidupan yang lbih baik mengingat akan banyaknya penderitaan yang sudah dialami oleh rakyat. Karena paksaan dari berbagai pihak itulah akhirnya Presiden Soeharto mengundurkan diri dari kedudukan presiden pada tanggal 21 Mei 1998 dan kemudian digantikan oleh BJ Habibie sebagai presiden RI. Tokoh-tokoh yang namanuya mencuat sebagai tokoh Reformasi diantaranya adalah BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Tokoh tokoh tersebut dianggap akan memperjuangkan kesejahteraan rakyat,rakyat banyak menggantngkan nasib kepada tokoh-tokoh tersebut. Namun pada kenyataannya sebagian besar dari mereka hanya menjadikan momen kekuasaan mereka sebagai jembatan emas menuju jabatan RI-1 (Presiden,Penguasa). Kebanyakan dari mereka tidak terlalu banyak merubah nasib rakyat dilihat dari masih banyaknya masalah yang terjadi pada masa mereka. Terdapat beberapa kebijakan yang dibuat pada masa Reformasi,mulai dari masa pemerintahan Habibie hingga Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan beberapa masalah dalam boding politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
minta izin copy sangat bermanfaat membantu dalam segi tugas trimakasih :D
BalasHapus