Selasa, 29 Mei 2012

Sejarah Korea


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Sejarah awal Korea berkisar di sekitar kerajaan kuno Choson yang muncul sekitar 2.300 tahun sebelum Masehi. Pada sekitar abad ke 2 sebelum Masehi, bangsa Cina mendirikan koloni di daerah kerajaan tersebut. Namun, lima abad kemudian, bangsa Korea mengusir mereka keluar. Sejak itu, muncul sebuah kerajaan, yaitu kerajaan Silla. Kerajaan Silla (668 – 935) membawa puncak ilmu pengetahuan dan budaya yang besar. Akibat adanya kerusuhan yang terjadi di dalam negeri pada abad ke 10, dinasti Silla jatuh dan digantikan oleh dinasti Koryo. Selama periode kepemimpinan dinasti Koryo (935 – 1392, Korea mengalami banyak serbuan. Tentara Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan menyerbu dan akhirnya menguasa Korea sehingga Korea menjadi bagian kekaisaran Mongol.
Dalam makalah kami ini akan di bahas menganai korena di mana yang akan di bahas lebih mendalamnya lagi adalah mengenai korea pada saat perang dunia ke II dan keadaan korea setelah perang dunia II.

1.2. Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimanakah  garis besar sejarah mengenai Korea?
1.2.2 Bagaimanakah  keadaan korea pada saat perang dunia II ?
1.2.3 Bagaimanakah  keadaan korea setelah perang dunia II ?

1.3 Manfaat dan Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui garis besar sejarah mengenai Korea
1.3.2 Untuk mengetahui keadaan korea pada saat perang dunia II
1.3.3 Untuk Mengetahui keadaan korea setelah perang dunia II

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Garis Besar Sejarah Korea      
            Sejarah awal Korea berkisar di sekitar kerajaan kuno Choson yang muncul sekitar 2.300 tahun sebelum Masehi. Pada sekitar abad ke 2 sebelum Masehi, bangsa Cina mendirikan koloni di daerah kerajaan tersebut. Namun, lima abad kemudian, bangsa Korea mengusir mereka keluar. Sejak itu, muncul sebuah kerajaan, yaitu kerajaan Silla. Kerajaan Silla (668 – 935) membawa puncak ilmu pengetahuan dan budaya yang besar. Akibat adanya kerusuhan yang terjadi di dalam negeri pada abad ke 10, dinasti Silla jatuh dan digantikan oleh dinasti Koryo. Selama periode kepemimpinan dinasti Koryo (935 – 1392, Korea mengalami banyak serbuan. Tentara Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan menyerbu dan akhirnya menguasa Korea sehingga Korea menjadi bagian kekaisaran Mongol.
Setelah runtuhnya Mongol pada akhir abad ke 14, berbagai golongan bangsawan dan militer berusaha memegang kekuasaan di Korea . Akhirnya, seorang jenderal yang bernama Yi Sung-Gy menghilangkan pemerintahan yang korup dan mendirikan dinasti Yi (1392 – 1910). Kongfucuisme diperkenalkan sebagai agama resmi. Reformasi politik dan social dimulai. Ibu kota negara dipindahkan dari Kaesong ke Seoul . Namun , Korea masih tetap terancam oleh Cina dan Jepang. Kedua negara tersebut ingin menguasai Korea untuk memperluas wilayah mereka. Setelah serangan yang gagal dari kepang pada tahun 1592 – 1598, Korea jatuh di bawah kekuasaan Manchu dari utara. Beberapa abad berikutnya, Korea menutup diri dari pergaulan dunia menjadi negara pertapa. Pada tahun 1800-an, Rusia, Jepang, dan Cina bersaing untuk menguasai Korea . Setelah perang Rusia – Jepang pada tahun 1904 - 1905, Jepang bergerak ke semenanjung Korea dan mendudukinya pada tahun 1910. Pada tahun 1919, penduduk Korea mengadakan demonstrasi secara damai karena menginginkan kemerdekaan. Akan tetapi, polisi Jepang membubarkannya, malah ada yang dibunuh dalam aksi tersebut.
Pada tahun 1945, di akhir perang dunia II, tentara Uni Soviet menduduki bagian utara Korea sedangkan tentara Amerika di bagian selatan. Setelah membuat suatu perjanjian, Korea dibagi sejajar dengan garis lintang 38˚. Pada bagian selatan berdirilah Republik Korea , sedangkan di daerah utara didirikan Republik Demokratik Rakyat Komunis. Pada tanggal 25 Juni 1950, tentara Korea Utara menyerang Korea Selatan dalam upaya menyatukan Korea dibawah kekuasaan komunis. Korea Utara yang memakai persenjataan yang disediakan oleh Uni Soviet menang atas Korea Selatan. Akan tetapi, atas bantuan PBB, Korea Selatan diselamatkan atas kekalahan dan pertempuran pun diakhiri dengan gencatan senjata pada bulan Juli 1953. Sejak saat itu, berbagai perundingan yang dilakukan untuk menyatukan Korea selalu gagal.
2.1.1 Perang Korea
Perang Korea, adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa Inggris proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok, menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang dan pilot pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara. Di Amerika Serikat konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisional di bawah bendera PBB daripada sebuah perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan kongres mengumumkan perang.
2.1.2 Jalannya perang
Peran Joseph Stalin dan Mao Zedong
Professor Shen Zhihua, yang menggunakan dana pribadinya untuk membeli arsip-arsip Uni Soviet, banyak menemukan telegram-telegram antara Moskwa dengan Beijing sebelum perang dimulai. Berikut ini adalah ikhtisar singkat dari sejumlah telegram antara Mao dan Stalin.
Pada 1 Oktober 1950 Kim Il-sung mengirim telegram ke Cina, meminta intervensi militer. Pada hari yang sama, Mao Zedong menerima telegram Stalin, yang juga meminta Cina mengirim pasukan ke Korea.Pada 5 Oktober 1950, di bawah tekanan Mao Zedong dan Peng Dehuai, Komite Pusat Komunis Cina memutuskan untuk melakukan intervensi militer di Korea.
Pada 11 Oktober 1950 Stalin dan Zhou Enlai mengirim telegram yang ditandatangani bersama kepada Mao, yang menyatakan:
Tentara Cina yang dikirimkan kurang persiapan dan tidak dilengkapi tank dan artileri; dibutuhkan waktu dua bulan sebelum bantuan perlindungan udara sampai di sana.
Dalam jangka waktu satu bulan, tentara dengan perlengkapan memadai harus sudah siap di posisinya masing-masing; bila tidak, maka pasukan AS akan berjalan lebih jauh ke utara dan mengalahkan Korea Utara.Pasukan dengan perlengkapan yang memadai harus dikirim ke Korea dalam jangka waktu enam bulan, bila lebih, maka Korea Utara diperkirakan telah diduduki AS, sehingga bantuan tentara akan sia-sia.
Pada 12 Oktober 1950, pukul 15:30 waktu Beijing, Mao mengirim telegram kepada Stalin melalui duta besarnya: Saya setuju dengan keputusan Anda (Stalin dan Zhou).
Pada 12 Oktober 1950, pukul 22:12 waktu Beijing, Mao mengirim telegram lain: Saya setuju dengan telegram 10 Oktober, pasukan saya akan tetap di tempatnya, saya telah mengeluarkan perintah untuk menunda rencana ke Korea.Pada 12 Oktober 1950, Stalin mengirim telegram ke Kim Il-sung, mengatakan: tentara Rusia dan Cina tidak akan datang.Pada 13 Oktober, duta besar Rusia di Beijing mengirim telegram kepada Stalin, mengatakan: Mao Zedong telah memberitahu kepadanya bahwa Komite Pusat Komunis Cina telah menyetujui keputusan pengiriman pasukan ke Korea.


2.1.3 Korea Utara menyerang (Juni 1950)
Meskipun PBB menerima banyak pesan yang memberitahu bahwa Korea Utara akan melakukan invasi, PBB menolak semuanya. Sebelum perang, pada awal tahun 1950, perwira CIA stasiun Cina Douglas Mackiernan menerima ramalan intelejen Cina dan Korea Utara yang meramalkan bahwa tentara Korut akan menyerang ke Selatan.Dengan alasan membalas provokasi Korea Selatan, Tentara Korea Utara (tentara Korut) menyebrangi paralel ke-38, dibantu tembakan artileri, Minggu pagi tanggal 25 Juni 1950. tentara Korut mengatakan bahwa pasukan Republik Korea (ROK), di bawah pimpinan "bandit pengkhianat Syngman Rhee", telah menyebrangi perbatasan "terlebih dahulu", dan mereka akan menangkap serta mengeksekusi Rhee. Pada tahun-tahun sebelumnya, kedua Korea telah saling menyerang satu sama lain.
Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK PBB, meskipun Uni Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak Januari. Pada 27 Juni 1950, Presiden Truman memerintahkan angkatan udara dan laut AS untuk membantu rezim Korea Selatan. Setelah memperdebatkan masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan kepada PBB, Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet menuduh Amerika memulai intervensi bersenjata atas nama Korea Selatan.
Uni Soviet menentang legitimasi perang tersebut, karena (i) data intelejen tentara Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83 didapatkan dari intelejen AS; (ii) Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) tidak diundang sebagai anggota sementara PBB, yang berarti melanggar Piagam PBB Pasal 32; dan (iii) perang Korea berada di luar lingkup Piagam PBB, karena perang perbatasan Utara-Selatan awalnya dianggap sebagai perang saudara. Selain itu, perwakilan Soviet memboikot PBB untuk mencegah tindakan Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat dari 5 anggota tetap DK PBB. Korea Utara memulai "Perang Pembebasan Tanah Air" dengan melakukan invasi darat dan udara dengan 231.000 tentara, yang berhasil menguasai objek dan wilayah sesuai dengan yang direncanakan seperti Kaesŏng, Chuncheon, Uijeongbu, dan Ongjin, yang mereka dapatkan setelah mengerahkan 274 tank T-34-85, 150 pesawat tempur Yak, 110 pesawat pengebom, 200 artileri, 78 pesawat latihan Yak, dan 35 pesawat mata-mata.
Sebagai tambahan pasukan invasi, tentara Korut memiliki 114 pesawat tempur, 78 pesawat pengebom, 105 T-34-85, dan 30.000 pasukan yang berpangkalan di Korea Utara.[14] Di laut, meskipun hanya terdiri dari beberapa kapal perang kecil, juga terjadi pertempuran yang cukup sengit antara keduanya.Di pihak lain, tentara Korea Selatan masih belum siap. Pada South to the Naktong, North to the Yalu (1998), R.E. Applebaum melaporkan bahwa tentara Korea Selatan memiliki tingkat kesiapan tempur yang rendah pada 25 Juni 1950. Tentara Korea Selatan hanya memiliki 98.000 tentara (65.000 tentara tempur, 33.000 tentara penyokong), tidak memiliki tank, dan 22 pesawat yang terdiri dari 12 pesawat tipe penghubung dan 10 pesawat latihan AT6. Selain itu tidak ada pasukan asing yang berpangkalan di Korea saat itu - meskipun terdapat pangkalan AS di Jepang.
Dalam jangka waktu beberapa hari saja, banyak tentara Korea Selatan — yang kurang loyal terhadap rezim Syngman Rhee — lari ke selatan atau malah berkhianat dan bergabung dengan tentara Korea Utara. Meskipun terjadi demobilisasi besar-besaran pasca Perang Dunia II di tubuh sekutu, ada sepasukan tentara AS di Jepang dengan jumlah yang cukup besar di bawah pimpinan Jenderal MacArthur. Mereka bisa melawan Korea Utara. Selain AS, di sana, Inggris juga memiliki kekuatan tempur yang hampir sama besarnya.Pada hari Sabtu, 24 Juni 1950, Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson memberi tahu Presiden Harry S. Truman melalui telepon, "Bapak Presiden, saya memiliki berita yang sangat serius. Korea Utara telah menyerang Korea Selatan." Truman dan Acheson mendiskusikan sebuah serangan balasan sebagai respon yang akan diambil AS dengan pimpinan departemen pertahanan, yang setuju bahwa Amerika Serikat harus mengusir agresi militer, lalu menghubungkannya dengan agresi Adolf Hitler di tahun 1930 (yang ketika itu didiamkan AS).
Kesalahan seperti itu tidak boleh terulang. Presiden Truman mengakui bahwa pertempuran ini berkaitan dengan usaha Amerika mencegah komunisme yang semakin mengglobal:
"Komunisme sedang beraksi di Korea, sebagaimana yang dilakuan Hitler, Mussolini, dan Jepang lakukan sepuluh, lima belas, dan dua puluh tahun yang lalu. Saya merasa yakin bila Korea Selatan dibiarkan jatuh, pemimpin Komunis akan semakin melebarkan kekuasaannya hingga ke negara dekat pantai kita sendiri. Jika komunis dibiarkan memaksakan kehendak mereka di Republik Korea tanpa perlawanan dari dunia yang bebas, negara-negara kecil lainnya akan kehilangan keberanian untuk melawan ancaman dan agresi dari tetangga Komunisnya yang lebih kuat."
Presiden Harry S. Truman mengumumkan bahwa AS akan melawan "agresi yang tidak diprovokasi" dan "bersemangat mendukung upaya dewan keamanan [PBB] untuk mengakhiri pelanggaran serius terhadap perdamaian. Pada Agustus 1950, Presiden dan Sekretaris Negara dengan mudah membujuk Kongres mengegolkan $12 miliar untuk menambah anggaran militer di Asia yang penting untuk mencapai tujuan National Security Council Report 68 (NSC-68), penahanan global AS terhadap komunisme. Atas rekomendasi Acheson, Presiden Truman memerintahkan Jenderal MacArthur mengirim material kepada tentara Republik Korea dan memberikan perlindungan udara pada evakuasi warga negara Amerika Serikat. Akan tetapi, presiden menolak mengebom Korea Utara secara langsung. Selain itu, presiden juga memerintahkan Armada ke-7 AS untuk melindungi Taiwan, yang meminta untuk ikut bertempur di Korea. Akan tetapi presiden menolak permintaan itu dengan alasan dapat memancing kemarahan Cina.

Pertempuran Osan adalah pertempuran besar pertama antara AS dan Korea Utara di Perang Korea. Pada 5 Juli 1950, Task Force Smith menyerang Korea Utara di Osan, namun karena tidak membawa senjata yang mampu menghancurkan tank Korea Utara, mereka gagal, dengan total 180 orang tewas, terluka, atau tertangkap. Korea Utara maju ke Selatan, memaksa Divisi ke-24 AS mundur ke Taejeon, yang di kemudian hari juga berhasil dikuasai Korea Utara pada Pertempuran Taejon; Divisi ke-24 menderita 3.602 tewas atau terluka dan 2.962 ditangkap—termasuk komandan divisi Mayor Jendral William F. Dean. Di udara, Angkatan Udara Korea Utara menembak jatuh 18 pesawat tempur dan 29 pengebom AS; sementara AS hanya menjatuhkan 5 pesawat tempur Korea Utara.
Di bulan Agustus, Korea Utara berhasil menekan Korea Selatan dan tentara AS ke kota Pusan, di Korea Tenggara. Dalam serangan itu, Korea Utara menghabisi akademisi Korea Selatan dengan membunuh pegawai negeri dan kaum intelektual. Pada 20 Agustus, Jenderal MacArthur memperingatkan pemimpin Korea Utara Kim Il-Sung bahwa ia bertanggung jawab terhadap kekejaman tentara Korea Utara. Hingga bulan September, tentara PBB hanya bisa mengontrol pinggiran kota Pusan, atau hanya 10% dari wilayah Korea.Dalam keputusasaan di Pertempuran Perimeter Pusan (Agustus-September 1950), Angkatan Darat Amerika Serikat menahan serangan tentara Korut yang bermaksud merebut kota. Tak lama kemudian, USAF dapat menghambat logistik tentara Korut dengan menghancurkan 32 jembatan.[8]. USAF juga menghancurkan depot logistik, penyulingan minyak, dan pelabuhan untuk menghambat pasokan material tentara Korut. Sebagai akibatnya, tentara Korut di semenanjung Selatan tidak bisa mendapatkan pasokan.
Di saat yang sama, garnisun AS di Jepang terus-menerus mengirim tentara dan bahan untuk memperkuat Perimeter Pusan. Batalion tank dikerahkan ke Korea dari San Francisco (di daratan Amerika Serikat); pada akhir Agustus, Perimeter Pusan memiliki sekitar 500 tank.[8] Pada awal September 1950, tentara Republik Korea dan pasukan komando PBB menyerang balik 100.000 tentara Korut dengan 180.000 pasukan.            
2.1.4 Serangan PBB: Invasi ke Korea Utara (September–Oktober 1950)
Pada tanggal 1 Oktober 1950, Komando PBB mendorong tentara Korut hingga ke Utara, melewati paralel ke-38, Republik Korea kemudian mengejar mereka masuk ke wilayah Korea Utara. Enam hari kemudian, pada 7 Oktober, dengan otorisasi dari PBB, pasukan Komando PBB mengikuti pasukan Republik Korea menyerang ke wilayah Utara. Angkatan Darat AS kedepalam dan tentara Republik Korea menyerang ke bagian Barat Korea, dan berhasil merebut Pyongyang, ibukota Korea Utara, pada 19 Oktober 1950. Di akhir bulan, pasukan PBB menahan 135,000 tawanan perang; dan mereka melihat adanya perpecahan di tentara Korea Utara.
Jenderal MacArthur dan beberapa politisi Amerika sempat mengusulkan untuk menyerang Komunis Cina untuk menghancurkan depot Tentara Rakyat China yang memasok kebutuhan perang Korea Utara, namun Presiden Truman tidak setuju, dan memerintahkan Jenderal MacArthur tidak melewati perbatasan Sino-Korea.
Pertempuran urban:Marinir Amerika Serikat bertempur untuk merebut ibukota Korea Utara.
2.1.5 Intervensi Cina
Pada 27 Juni 1950, dua hari setelah invasi terhadap Korut dan tiga bulan sebelum intervensi Cina untuk Perang Korea, Presiden Truman mengirimkan Armada 7 AS ke Selat Taiwan, untuk melindungi Republik Nasionalis Cina dari ancaman Republik Rakyat China (RRC). Tanggal 4 Agustus 1950, Mao Zedong melapor kepada Politbiro bahwa ia akan melakukan intervensi bila Tentara Relawan Rakyat (PVA) sudah siap untuk dimobilisasi. Pada 20 Agustus 1950, Perdana Menteri Zhou Enlai menginformasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa "Korea adalah tetangga Cina... Rakyat Cina harus terlibat mencari solusi untuk masalah Korea "-dengan demikian, melalui diplomat dari negara netral, Cina memperingatkan AS, bahwa dalam menjaga keamanan nasional Cina, mereka akan melakukan intervensi terhadap Komando PBB di Korea. Presiden Truman menafsirkan pesan ini sebagai "sebuah usaha untuk pemerasan terhadap PBB", dan mengabaikannya. Politbiro mengizinkan intervensi Cina di Korea pada tanggal 2 Oktober 1950-sehari setelah tentara Republik Korea menyeberangi perbatasan 38-paralel. Kemudian, Cina mengklaim bahwa pesawat-pesawat pembom AS telah melanggar wilayah udara nasional RRC dalam perjalanannya menuju Korea Utara-sebelum Cina melakukan invervensi di Korea Utara.
Pada bulan September, di Moskow, Perdana Menteri RRC Zhou Enlai menambahkan tekanan diplomatik dan personal dalam telegram Mao kepada Stalin, meminta bantuan militer dan material. Stalin menundanya; Mao dijadwalkan kembali meluncurkan "Perang Melawan Bala Bantuan Amerika dan Korea" dari 13 ke 19 Oktober 1950. Uni Soviet hanya mau memberikan bantuan serangan udara di bagian Utara Sungai Yalu. Namun Mao menganggap bantuan itu tidak berguna karena pertempuran lebih banyak terjadi di sisi Selatan sungai tersebut. Soviet juga membatasi bantuannya dan hanya mau mengirimkan material berupa truk, senjata mesin, granat, dan sejenisnya. Pada 8 Oktober 1950, sehari setelah tentara AS menyebrang ke wilayah Korea Utara, Mao Zedong memerintahkan Tentara Pembebasan Rakyat Frontier Barat Laut direorganisasi ke dalam People's Volunteer Army (PVA), yang sedang bertempur dalam "Perang Melawan Amerika dan Membantu Korea." Mao menjelaskan kepada Stalin: "Bila kita membiarkan Amerika Serikat menduduki seluruh Korea, kekuatan revolusioner Korea akan mendapatkan kekalahan telak, penjajah Amerika akan merajalela dan memberikan efek negatif terhadap seluruh Timur Jauh."
Pengintaian udara AS mengalami kesulitan menemukan unit PVA di siang hari karena disiplin yang mereka miliki. PVA bergerak dari "malam-ke-malam" (19.00-03.00) dan membuat kamuflase agar tak terlihat dari udara pada jam 05.30. Di siang hari, mereka mengirim tim untuk mencari lokasi istirahat dan mendirikan bivak. Bila pesawat melintas, mereka diharuskan untuk diam tak bergerak hingga pesawat tersebut menghilang. Perwira PVA diperbolehkan menembak pasukannya yang dianggap dapat mengancam keamanan pasukan. Disiplin yang keras seperti itu membuat tiga divisi pasukan berjalan sejauh 286 mil (460 km) dari An-tung, Manchuria, ke medan pertempuran dalam 19 hari; divisi lain yang melewati daerah pegunungan berliku mampu berjalan rata 18 mil (29 km) setiap harinya selama 18 hari.
Pada 10 Oktober 1950, Batalion Tank ke-89 digabungkan dengan Divisi Kavaleri Pertama, menambah jumlah kendaraan baja yang tersedia untuk menyerang ke Utara. Pada 15 Oktober, setelah menghadapi perlawanan Korut, Resimen Kavaleri ke-7 dan Charilie Company, Batalion Tank ke-70 berhasil menguasai kota Namchonjam. Pada 17 Oktober, mereka menyerang lewat arah kanan, menjauhi jalan utama, untuk menguasai Hwangju. Dua hari kemudian, Divisi Pertama Kavaleri menguasai Pyongyang, ibu kota Korea Utara, sehingga pada 19 Oktober 1950 tentara AS sepenuhnya menguasai Korea Utara.
Di tempat lain, 15 Oktober 1950, Presiden Truman dan Jen. MacArthur bertemu di Wake Island di tengah Samudera Pasifik. Kepada Presiden Truman, Jen. MacArthur berspekulasi bahwa kecil risiko China akan mengintervensi di Korea;[8] bahwa kesempatan tentara China membantu Korut telah hilang; bahwa China memiliki 300.000 tentara di Manchuria, dan sekitar 100.000-125.000 tentara di Sungai Yalu; dan menyimpulkan bahwa meskipun setengah dari seluruh tentara menyebrang ke Selatan, mereka dapat dengan mudah dihancurkan karena tidak memiliki perlindungan udara. Setelah menghadapi dua pertempuran kecil pada 25 Oktober, pertempuran besar pertama antara China-Amerika terjadi pada 1 November 1950; jauh di wilayah Korea Utara, ribuan tentara China mengepung dan menyerang unit Komando PBB dalam Pertempuran Unsan. Di Barat, akhir November, di sepanjang Sungai Chongchon, tentara China menyerang dan mengalahkan beberapa divisi Korea Selatan, dan menghabisi tentara PBB yang tersisa.
 Pasukan PBB dan tentara ke-8 AS berhasil bergerak mundur karena mendapat dukungan Brigade Turki yang menahan serangan China selama 4 hari (26-30 November). Di Timur, pada Pertempuran Chosin Reservoir , dan Regimental Combat Team Divisi Infantri ke-7 (3000 tentara) dan divisi marinir (12.000—15.000 marinir) juga mundur setelah dikepung, dengan total tewas secara keseluruhan 15.000 orang. Awalnya, infantri tentara China di garis depan tidak memiliki persenjataan berat maupun crew-served light infantry weapons, namun dengan cepat mereka menutupi kelemahan yang mereka miliki; dalam How Wars Are Won: The 13 Rules of War from Ancient Greece to the War on Terror (2003), Bevin Alexander melaporkan:

Metodenya adalah dengan menggabungkan unit-unit peleton yang terdiri dari 50 orang ke dalam kompi yang berisi 200 orang, yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa unit kecil. Satu tim memotong jalan lari tentara Amerika, yang lainnya menyerang baik dari arah depan maupun samping secara bersamaan. Penyerangan berlanjut dari segala arah hingga pasukan musuh dihancurkan atau terpaksa kabur.
Dalam South to the Naktong, North to the Yalu, R.E. Appleman menggambarkan taktik menyerang tentara China:
Dalam Serangan Fase Pertama, tentara infantri ringan menjalankan taktik penyerangan, umumnya tidak membawa senjata yang lebih besar dari mortar. Serangan mereka menggambarkan betapa pasukan China sangat terlatih, disiplin, dan sangat ahli dalam penyerangan di malam hari. Mereka ahli dalam seni kamuflase. Unit patroli ahli dalam menemukan posisi musuh. Mereka merencanakan serangan mereka dari sisi belakang musuh, memotong jalur mundur dan persediaan mereka, kemudian menyerang dari depan dan samping untuk mengendapkan pertempuran. Mereka juga melakukan taktik yang mereka sebut sebagai hachi Shiki, di mana mereka membentuk formasi-V dan membiarkan musuh masuk ke formasi itu, kemudian memerintahkan pasukan lain menunggu di formasi V untuk mencegat pasukan musuh lainnya yang berusaha menyelamatkan pasukan yang sedang terkepung. Taktik ini berhasil di Onjong, Unsan, dan Ch'osan, namun tidak sepenuhnya berhasil di Pakch'on dan Ch'ongch'on.
Di akhir November, tentara China berhasil mengusir pasukan Komando PBB dari timur laut Korea Utara, hingga melewati perbatasan paralel ke-38. Pasukan PBB lari ke pantai timur dan membangun pertahanan di kota pelabuhan Hungnam dan menunggu bantuan di sana. Pada Desember 1950, 193 kapal yang membawa 105.000 tentara, 98.000 penduduk sipil, 17.500 kendaraan, dan 350.000 ton suplai tiba di Pusan, di bagian selatan tanjung korea.  Sebelum kabur, pasukan Komando melakukan operasi untuk menghambat pergerakan pasukan musuh dengan menghancurkan sebagian besar kota Hungam dan, pada 16 Desember 1950, Presiden Truman mendeklarasikan keadaan kedaruratan nasional melalui Proklamasi Presidensial No. 2914, 3 C.F.R. 99 (1953), yang berlaku hingga 14 September 1978.
2.1.6 Penyerangan Musim Dingin China (awal 1951)
Pada bulan Januari 1951, tentara Cina dan Korut melaksanakan Penyerangan Fase Ketiga (atau dikenal pula dengan sebutan "Penyerangan Musim Dingin Cina") menggunakan taktik serangan malam di mana tentara PBB secara diam-diam dikepung kemudian diserang tiba-tiba. Penyerangan itu juga didukung oleh bunyi-bunyi trompet dan gong dengan tujuan sebagai alat komunikasi kepada pasukan yang menyerang sekaligus membuat pasukan musuh mengalami disorientasi secara mental. Pasukan PBB tidak memiliki pengalaman menghadapi taktik seperti ini dan sebagai hasilnya beberapa pasukan langsung lari meninggalkan persenjataannya ke arah Selatan. Penyerangan Musim Dingin China ini berhasil membuat pasukan PBB kewalahan. Tentara China dan Korut berhasil menguasai Seoul pada 4 Januari 1951.
Selain kekalahan itu, tentara AS juga mengalami pukulan telak setelah Jendral Walker tewas akibat kecelakaan mobil, yang membuat moral pasukan menurun. Kejadian ini hampir memaksa Jendral MacArthur menggunakan bom atom untuk menyerang China dan Korut serta memotong jalur persediaan mereka. Akan tetapi, dengan datangnya pengganti Walker, Letnan-Jendral Matthew Ridgway, moral pasukan kembali meningkat. Pasukan PBB di bagian barat mundur ke Suwon, di bagian tengah mundur ke Wonju, di bagian timur mundur ke Samchok, di mana garis depan distabilisasi dan dipertahankan. Tentara China mulai kehabisan logistik dan terpaksa membatalkan rencananya menyerang lebih jauh; makanan, amunisi, dan material dibawa di malam hari, dengan berjalan kaki atau sepeda, melewati Sungai Yalu. Pada akhir Januari, setelah menemukan bahwa musuh telah meninggalkan garis pertempuran, Jendral Ridgway memerintahkan operasi mata-mata yang dikenal sebagai Operasi Roundup (5 Februari 1951) yang berlangsung secara bertahap sambil mempertahankan superioritas udara tentara PBB.
 Operasi ini sukses dan mengakibatkan tentara PBB mampu mencapai Sungai Han dan menguasai Wonju. Pada pertengahan Februari, tentara China menyerang balik dengan Penyerangan Fase Keempat, yang dilancarkan dari Hoengsong menghadapi tentara AS di Chipyong-ni, di bagian tengah. Tentara AS dan Tentara Perancis berjuang menghadapi serangan itu dalam sebuah pertempuran singkat namun cukup menghambat efektifitas serangan China.
Pada dua minggu terakhir Februari 1951, Operasi Roundup diikuti oleh Operasi Killer (pertengahan Februari 1951) yang dilancarkan oleh Angkatan Bersenjata ke-8. Operasi tersebut merupakan serangan berskala penuh untuk menewaskan sebanyak mungkin tentara KPA dan PVA. Operation Killer berakhir dengan I Corps menduduki kembali wilayah di sebelah selatan sungai Han, dan IX Corps merebut Hoengsong. Pada 7 Maret 1951, Angkatan Bersenjata ke-8 melancarkan Operasi Ripper, dan berhasil mengusir PVA dan KPA dari ibukota Korea Selatan pada 14 Maret 1951.
Pada tanggal 11 April 1951, Kepala Komando Truman membebastugaskan Jendral MacArthur, Panglima Tertinggi di Korea, karena dianggap melakukan pembangkangan dan menunjuk Ridgway Jendral untuk menggantikannya. Serangan-serangan berikutnya , antara lain operasi Courageous (23-28 Maret 1951) dan Tomahawk (23 Maret 1951), berhasil mendorong mundur tentara China dan Korut. Tentara PBB maju ke "Garis Kansas", bagian utara paralel ke-38. China melakukan serangan balasan pada bulan April 1951, dengan Penyerangan Fase Kelima (dikenal pula sebagai "Penyerangan Musim Semi China") dengan tiga tentara lapangan (field army) (sekitar 700.000 orang) Serangan utama terjadi di Sungai Imjin (22-25 April 1951) dan Kapyong (22-25 April 1951), yang dipertahankan mati-matian oleh tentara AS dan menumpulkan daya dorong Penyerangan Fase Kelima dan akhirnya berenti di No-name Line di Utara Seoul. Pada tanggal 15 Mei 1951, tentara China di timur menyerang Tentara Republik Korea dan Amerika Serikat, namun berhasil dihentikan tanggal 20 Mei. Pada akhir bulan, Angkatan Darat Amerika Serikat melakukan serangan balasan dan merebut kembali "Line Kansas", tepat di bagian Utara paralel 38. PBB kemudian menghentikan serangan dan bertahan di sana, mengakibatkan keadaan kebuntuan hingga gencatan senjata tahun 1953.
2.1.6 Kebuntuan (Juli 1951-Juli 1953)
Pada tahun-tahun berikutnya, tentara PBB dan China tetap berperang, namun perubahan wilayah kekuasaan tidak banyak berubah dan terjadi kebuntuan. Sementara pengeboman wilayah Korea Utara terus berlangsung, perundingan gencatan senjata dimulai tanggal 10 Juli 1951 di Kaesong. Pertempuran juga terus berlangsung meskipun perundingan tengah berjalan; tujuan Korsel-PBB adalah untuk merebut kembali seluruh Korea Selatan dan menghindari kehilangan wilayah. Tentara China dan Korut juga melakukan operasi serupa serta melakukan operasi-operasi psikologikal. Pertempuran-pertempuran utama dalam fase ini antar alain Pertempuran Bloody Ridge(18 Agustus—15 September 1951) dan Pertempuran Heartbreak Ridge (13 September—15 Oktober 1951), Pertempuran Old Baldy (26 Juni—4 Agustus 1952), Pertempuran White Horse (6–15 Oktober 1952), Pertempuran Triangle Hill (14 Oktober—25 November 1952), dan Pertempuran Hill Eerie(21 Maret—21 Juni 1952), pengepungan Outpost Harry (10—18 Juni 1953), Pertempuran Hook (28—29 Mei 1953), dan Pertempuran Pork Chop Hill (23 Maret—16 Juli 1953).Pergolakan dan perubahan wilayah kekuasaan hingga mengalami kebuntuan.
Negosiasi gencatan senjata berlanjut selama dua tahun; di Kaesong (Korea Utara bagian Selatan), kemudian di Panmunjon (perbatasan kedua Korea). Problem utama dari negosiasi ketika itu adalah repatriasi tawanan perang. China, Korea Utara, dan tentara PBB tidak bisa membuat kesepakatan karena banyak tentara China dan Korea Utara yang menolak kembali ke Utara. Dalam perjanjian gencatan senjata terakhir, sebuah Komisi Repatriasi Negara-Negara Netral dibentuk untuk mengurusi masalah tersebut. Pada tahun 1952, AS memilih presiden baru, dan pada tanggal 29 November 1952, presiden terpilih Dwight D. Eisenhower terbang ke Korea untuk mempelajari hal-hal yang mungkin dapat mengakhiri perang Korea. Pada 27 Juli 1953, proposal gencatan senjata dari India disetujui oleh Korea Utara, China, dan tentara PBB sehingga mereka sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan batas di paralel ke-38. Dalam persetujuan tersebut tertulis bahwa pihak-pihak yang terlibat menciptakan sebuaeh Zona Demiliterisasi Korea. Tentara PBB, yang didukung oleh Amerika Serikat, Korea Utara, dan China menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata; Presiden Korea Selatan Syngman Rhee menolak untuk menandatangani perjanjian itu, karenanya Republik Korea dianggap tidak berpartisipasi dalam perjanjian tersebut.
2.1.7 Buntut Pertempuran Chosin: Operasi Glory
Setelah perang, pasukan PBB menguburkan pasukannya yang tewas di pemakaman sementara di Hŭngnam. Dengan Operasi Glory (Juli-November 1954), masing-masing pihak saling bertukar mayat pasukannya. Mayat 4.167 angkatan darat dan Korps Marinir AS ditukar dengan 13.528 mayat tentara China dan Korut. Sebanyak 546 penduduk sipil yang tewas di kamp tahanan perang PBB diserahkan kepada pemerintahan Korsel. Setelah Operasi Glory, 416 "prajurit tak dikenal" dimakamkan di Punchbowl Cemetery, Hawaii.
Memorial Perang Korea dapat ditemukan di setiap markas PBB di negara-negara yang terlibat dalam Perang Korea; pada gambar terlihat memorial yang terletak di Pretoria, Afrika Selatan.
2.1.8 Korban perang
Tentara PBB dan AS menghitung jumlah tentara China dan Korea Utara yang tewas berdasarkan laporan korban-tewas di lapangan, interogasi tahanan perang, dan intelejen militer (dokumen, mata-mata, dan lain-lain). Korban tewas: AS: 36.940 terbunuh, China:100.000-1.500.000 terbunuh; kebanyakan sumber memperkirakan 400.000 orang yang terbunuh; Korea Utara: 214,000-520,000; kebanyakan sumber memperkirakan 500.000 orang yang terbunuh. Korea Selatan: Rakyat sipil: 245.000-415.000 terbunuh; Total rakyat sipil yang tewas antara 1.500.000-3.000.000; kebanyakan sumber memperkirakan 2.000.000 orang tewas.
2.1.9 Akhir perang
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.

2.2 korea dalam Perang Dunia II

2.2.1 Pendudukan Jepang (1910–1945)
Setelah mengalahkan Dinasti Qing Cina pada Perang Sino-Jepang Pertama (1894–96), Kekaisaran Jepang menduduki Kekaisaran Korea (1897–1910) yang dipimpin oleh Kaisar Gojong. Satu dekade kemudian, saat mengalahkan Kekaisaran Rusia pada Perang Rusia-Jepang (1904–05), Jepang menjadikan Korea sebagai protektorat-nya melalui Perjanjian Eulsa di tahun 1905, kemudian menganeksasinya melalui Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea di tahun 1910.
Sejak saat itu banyak kaum nasionalis dan intelektual yang melarikan diri. Beberapa dari mereka membentuk Pemerintahan Sementara Korea, dipimpin oleh Syngman Rhee, di Shanghai pada tahun 1919, dan menjadi pemerintahan dalam pengasingan yang hanya diakui oleh sedikit negara. Antara tahun 1919 hingga 1925, kaum komunis Korea memulai pemberontakannya terhadap Jepang.
Korea dianggap sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang bersama dengan Taiwan, yang merupakan bagian dari Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya; pada tahun 1937, Gubernur-Jenderal Minami Jiro memerintahkan dilakukannya asimilasi budaya Jepang terhadap 23,5 juta penduduk koloni dengan melarang bahasa, sastra, dan budaya Korea, dan menggantinya dengan budaya Jepang, serta memerintahkan orang Korea mengganti nama mereka menjadi nama Jepang. Pada tahun 1938, pemerintahan kolonial menjalankan sistem kerja paksa; hingga 1939, 2,6 juta orang Korea bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja paksa; pada tahun 1942, pria-pria di Korea dipaksa menjadi tentara Jepang.
Sementara itu di Cina, kelompok nasionalis Tentara Revolusi Nasional dan kelompok komunis Tentara Pembebasan Rakyat mengorganisir (sayap-kanan dan sayap-kiri) patriot Korea yang mengungsi. Kelompok Nasionalis yang dipimpin oleh Yi Pom-Sok bertempur di Pertempuran Burma (Desember 1941 — Agustus 1945). Kelompok komunis, berada dibawah pimpinan Kim Il-sung, bertempur melawan Jepang di Korea.Selama Perang Dunia II, tentara Jepang memanfaatkan makanan, ternak, dan logam dari Korea untuk tujuan perang. Tentara Jepang di Korea meningkat dari 46.000 (1941) ke 300.000 personel (1945). Tentara Jepang juga merekrut paksa 2,6 juta tenaga kerja yang dikontrol oleh polisi kolaborasionis Korea; lebih dari 723.000 orang dikirim ke luar negeri dan juga ke kota-kota di Jepang. Pada Januari 1945, 32% tenaga kerja Jepang adalah orang Korea; pada Agustus 1945, ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hirosima, 25% di antara mereka tewas. Pendudukan Jepang di Korea dan Taiwan itu tidak diakui oleh negara kekuatan dunia pada akhir perang.
Pada tahun berikutnya, Amerika Serikat dan Soviet membuat perjanjian untuk membagi Korea menjadi dua, tanpa melibatkan pihak Korea. Korea saat itu diwakili oleh kolonel Amerika Serikat Dean Rusk dan Charles Bonesteel. Dua tahun sebelumnya, di Konferensi Kairo (November 1943), Nasionalis Cina, Britania Raya, dan Amerika Serikat memutuskan bahwa Korea harus menjadi negara merdeka, "pada waktunya"; Stallin pun setuju. Pada bulan Februari 1945, di Konferensi Yalta, Sekutu gagal mendirikan perwalian Korea sebagaimana diwacanakan pada tahun 1943 oleh presiden Amerika Serikat Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.
Sesuai perjanjian AS-Soviet, Uni Soviet mendeklarasikan perang pembebasan Korea dari Jepang pada tanggal 9 Agustus 1945, dan, pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah berhasil menduduki Korea bagian utara, dengan pendaratan amfibi di bagian utara paralel ke-38. Soviet juga berhasil mengusir tentara Jepang dan masuk melalui Manchuria. Tiga minggu kemudian, pada 8 September 1945, Letnan Jendral John R. Hodge dari Amerika Serikat tiba di Incheon untuk menerima penyerahan Jepang di wilayah Selatan paralel ke-38.

2.2.2 Pemisahan Korea (1945)
Pada Konferensi Potsdam (Juli-Agustus 1945), Sekutu secara sepihak memutuskan untuk membagi Korea tanpa melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan Konferensi Kairo (November 1943), ketika Churchill, Chiang Kai-shek, dan Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas dan merdeka. Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (Februari 1945) mengizinkan Stalin membangun "zona penyangga" Eropa — negara satelit yang berada di bawah Moskwa — sebagai balasan karena telah membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan Jepang.
Pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea, sebagaimana yang telah disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di paralel utara ke-38 selama 3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan Amerika Serikat di Selatan. Pada hari itu pula, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi Jepang (15 Agustus), Amerika Serikat ragu Uni Soviet akan mengakui peran mereka dalam "komisi bersama", perjanjian pendudukan Korea yang disponsori Amerika Serikat. Sebulan sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan politik-militer Amerika Serikat, Kolonel Dean Rusk dan Charles Bonesteel III membagi semenanjung Korea menjadi dua di garis lintang 38 derajat setelah dengan terburu-buru (tiga puluh menit) memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua pelabuhan.
Untuk menjelaskan mengapa zona demarkasi (paralel ke-38) terlalu selatan, Rusk mengatakan, "bahkan meskipun perbatasan itu lebih ke utara daripada yang dapat secara realistis dicapai oleh pasukan Amerika, dalam hal terjadi perselisihan Soviet... kami merasa penting untuk menyertakan ibu kota Korea sebagai tanggung jawab pasukan Amerika," terutama ketika "dihadapkan dengan kurangnya jumlah pasukan AS yang tersedia, juga faktor ruang dan waktu, yang mengakibatkan sulitnya pasukan mencapai lebih jauh ke utara sebelum pasukan Soviet sampai terlebih dahulu.” Pasukan Soviet setuju dengan demarkasi itu.
Dengan berkuasanya pemerintahan militer, Jenderal John R. Hodge secara langsung mengontrol Korea Selatan (USAMGIK 1945–48). Ia memperkuat kontrolnya dengan cara: pertama, mengembalikan kekuasaan administrator-administrator kunci kolonial Jepang dan juga polisi kolabolatornya; kedua menolak pengakuan USAMGIK terhadap Republik Rakyat Korea (Agustus–September 1945)  pemerintahan sementara Korea yang mulai berkuasa di semenanjung Korea karena dianggap sebagai komunis. Kebijakan AS, yang menolak pemerintahan populer di Korea, menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan mengakibatkan munculnya Perang Saudara Korea. Pada 3 September 1945, Letnan Jendral Yoshio Kozuki, komandan, Tentara Wilayah ke-17 Jepang, menghubungi Hodge, mengatakan bahwa tentara Soviet mulai bergerak ke arah selatan lintang 38 derajat di Kaesong. Hodge mempercayai keakuratan informasi itu.
Pada Desember 1945, Korea di bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui Konferensi Menteri Luar Negeri Moskwa (Oktober 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak Korea. Komisi tersebut memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima tahun di bawah kepemimpinan dewan perwalian. Rakyat Korea marah dan memulai revolusi di Selatan, beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat senjata; untuk menahannya, USAMGIK melarang demonstrasi (8 Desember 1945) dan mencabut perlindungan hukum terhadap Pemerintahan Revolusioner dan Komite Rakyat Republik Rakyat Korea pada 12 Desember 1945.
Penindasan kedaulatan ini mengakibatkan 8.000 pekerja kereta api berunjuk rasa pada 23 September 1946 di Pusan, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Korea yang dikuasai AS; USAMGIK pun kehilangan kekuasaannya. Pada 1 Oktober 1946, polisi Korea membunuh tiga mahasiswa dalam "Pemberontakan Daegu"; rakyat menyerang balik dan membunuh 38 polisi. Demikian pula pada tanggal 3 Oktober, sekitar 10.000 orang menyerang kantor polisi Yeongcheon, membunuh tiga anggota polisi dan melukai 40 orang lainnya; di tempat lain, massa membunuh 20 tuan tanah dan pejabat Korea Selatan yang pro-Jepang. USAMGIK mendeklarasikan hukum perang untuk mengontrol Korea Selatan.
Kelompok sayap-kanan Representative Democratic Council, yang dipimpin oleh nasionalis Syngman Rhee, menentang perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa setelah tiga puluh lima tahun (1910–45) dikuasai pemerintah kolonial Jepang (pemerintah asing), rakyat Korea menolak dipimpin pemerintahan asing lainnya, termasuk AS dan Soviet. Untuk mendapatkan keuntungan dari memanasnya suhu perpolitikan, AS keluar dari Persetujuan Moskwa—dan membentuk pemerintahan sipil anti-komunis di Korea Selatan. AS juga melakukan pemilu yang kemudian ditentang, dan diboikot oleh Uni Soviet untuk memaksa AS mematuhi Persetujuan Moskwa.
Resultan pemerintah anti-komunis Korea Selatan yang mengumumkan secara resmi konstitusi politik nasional (17 July 1948) memilih Syngman Rhee (20 July 1948) sebagai presiden dan mendirikan Republik Korea Selatan pada 15 Agustus 1948.[26] Demikian juga di Zona Pendudukan Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea Utara[8] yang dipimpin oleh Kim Il-sung.[7] Presiden Korea Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan anggota kelompok sayap kiri dari panggung perpolitikan nasional. Merasa dicabut haknya, mereka pergi ke daerah perbukitan dan bersiap melakukan perang gerilya melawan pemerintahan Republik Korea yang disokong oleh Amerika Serikat.
Para nasionalis, baik Syngman Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan Korea, namun di bawah sistem politik yang dianut masing-masing pihak. Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea Utara berhasil meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang setelah sebelumnya melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan bantuan terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal masa Perang Dingin itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa apapun adalah anggota blok Komunis yang dikontrol atau setidaknya mendapat pengaruh dari pemerintahan Moskwa; akibatnya AS mengaggap perang sipil di Korea sebagai manuver hegemoni dari Uni Soviet.
Tentara AS mundur dari Korea tahun 1949, meninggalkan tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Di lain pihak, Uni Soviet memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah banyak ke tentara Korea Utara dan mendukung rencana invasi Kim Il-Sung.
2.2.3 Pembagian Korea
Pembagian Korea menjadi Korea Utara dan Korea Selatan bermula sejak kemenangan Blok Sekutu di dalam Perang Dunia II, mengakhiri 35 tahun Penjajahan Jepang atas Korea. Di dalam sebuah proposal yang ditolak oleh hampir seluruh bangsa Korea, Amerika Serikat dan Uni Soviet setuju untuk sementara menduduki negara Korea sebagai wilayah perwalian dengan zona pengawasan yang didemarkasi pada sepanjang 38 derajat lintang utara. Tujuan perwalian ini adalah untuk mendirikan pemerintah sementara Korea yang akan menjadi "bebas dan merdeka pada waktunya." Meskipun pemilihan umum dijadualkan, dua adidaya mendukung dari belakang para pemimpin yang berseberangan dan dua negara itu secara efektif telah didirikan, masing-masing mengakui kedaulatan atas seluruh Semenanjung Korea.
Perang Korea (1950-1953) meninggalkan dua Korea yang dipisahkan oleh Zona Demiliterisasi Korea, yang secara teknis masih menyisakan perang melalui Perang Dingin hingga kini. Korea Utara adalah negara komunis, seringkali digambarkan sebagai Stalinis dan tertutup. Ekonominya pada awalnya menikmati pertumbuhan yang substansial namun runtuh pada tahun 1990-an, tidak seperti tetangga Komunisnya Republik Rakyat Cina. Korea Selatan tumbuh, setelah beberapa dasawarsa di bawah penguasa otoriter, menjadi demokrasi liberal kapitalis, salah satu ekonomi terbesar di dunia.
Sejak 1990-an, dengan pemerintahan Korea Selatan yang liberal progresif, juga mangkatnya pendiri Korea Utara Kim Il-sung, dua pihak mangambil jalan, langkah-langkah simbolik menuju Reunifikasi Korea yang mungkin.
2.2.4 Akhir Perang Dunia II (1939–1945)
Pada November 1943, Franklin Roosevelt, Winston Churchill, dan Chiang Kai-shek bertemu di Konferensi Kairo untuk membahas apa yang harus terjadi pada koloni Jepang, dan setuju bahwa Jepang harus kehilangan semua wilayah taklukkannya karena dikhawatirkannya bahaya kebangkitan Jepang. Dalam pernyataan setelah konferensi ini, Korea disebutkan untuk pertama kalinya. Tiga kekuatan menyatakan bahwa "kesadaran akan perbudakan rakyat Korea ditentukan bahwa pada saatnya Korea akan menjadi bebas dan merdeka" (Konferensi Kairo). Bagi nasionalis Korea yang menginginkan kemerdekaan langsung, frasa "pada waktunya" adalah alasan kecemasan. Roosevelt mungkin telah mengusulkan kepada Stalin bahwa 3 atau 4 tahun berlalu sebelum Korea merdeka sepenuhnya; Stalin keberatan, dengan mengatakan bahwa periode waktu yang lebih singkatlah yang diinginkan. Pada kasus manapun, perbincangan Korea di antara Blok Sekutu tidak akan dilanjutkan hingga kemenangan atas Jepang semakin dekat.
Dengan berakhirnya perang yang tampak pada bulan Agustus 1945, masih belum ada mufakat mengenai nasib Korea di antara pemimpin Sekutu. Banyak orang Korea di Semenanjung Korea telah membuat rencana mereka sendiri untuk masa depan Korea, dan beberapa dari rencana ini termasuk pendudukan kembali Korea oleh kekuatan asing. Menyusul pengeboman atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, tentara Uni Soviet menyerbu Manchuria, sesuai kesepakatan Joseph Stalin dengan Harry Truman selama konferensi Potsdam. Namun, para pemimpin Amerika khawatir bahwa seluruh semenanjung mungkin akan diduduki oleh Uni Soviet, dan ketakutan ini mungkin juga mengarah pada pendudukan Soviet atas Jepang. Peristiwa berikutnya menunjukkan rasa takut ini menjadi tidak berdasar. Pasukan Soviet tiba di Korea sebelum tibanya pasukan Amerika, tetapi mereka hanya menduduki bagian utara semenanjung, menghentikan perjalanan mereka di 38 derajat Lintang Utara, sesuai dengan kesepakatan mereka dengan Amerika Serikat. Pada tanggal 10 Agustus 1945 dua perwira muda - Dean Rusk dan Charles Bonesteel - ditugaskan untuk menciptakan zona pendudukan Amerika. Bekerja pada pemberitahuan yang sangat pendek dan sama sekali tidak punya persiapan yang cukup untuk tugas itu, mereka menggunakan peta National Geographic untuk menentukan 38 derajat LU; mereka memilihnya karena garis itu membagi Korea kira-kira di tengah-tengah tetapi akan menjadikan ibukota Seoul di bawah kendali Amerika. Tidak ada ahli tentang Korea yang diminta konsultasi dan kedua orang tidak menyadari bahwa empat puluh tahun sebelumnya, Jepang dan Rusia telah membahas pembagian Korea pada sepanjang garis lintang yang sama; Rusk kemudian mengatakan bahwa dia tahu, dia "hampir pasti" akan memilih garis yang berbeda. Bagaimanapun, keputusan itu dituliskan secara tergesa-gesa ke dalam Orde Umum Nomor 1 untuk pengurusan Jepang pascaperang.
Jenderal Nobuyuki Abe, Gubernur-Jenderal Jepang di Korea yang terakhir, telah berhubungan dengan sejumlah orang Korea yang berpengaruh sejak awal Agustus 1945 untuk mempersiapkan peralihan kekuasaan. Pada 15 Agustus 1945, Lyuh Woon-Hyung, politisi sayap kiri yang moderat, setuju untuk mengambil alih. Dia bertugas mempersiapkan pembentukan sebuah negara baru dan bekerja keras untuk membangun struktur pemerintahan. Pada 6 September 1945, wakil-wakil kongres bersidang di Seoul. Penyusunan dasar negara Korea modern berlangsung hanya tiga minggu setelah Jepang menyerah. Pemerintah didominasi oleh sayap kiri, yang sebagiannya disebabkan oleh banyak pejuang antipenjajahan yang setuju dengan banyak pandangan komunisme mengenai imperialisme dan kolonialisme.

2.3 Korea Paca Perang Dunia II
Perang Korea saat ini masih terdengar, Bagaimana Respon Anda mengenai Korea?? Perang bukan hanya perang Politik saja, melainkan Perang Militer, Ekonomi, Industri Uranium. Paska Perang Dunia (PD) II, konflik itu melibatkan Korea Selatan, Amerika Serikat dan sekutu melawan Uni Soviet, Korea Utara dan China. Sekitar 2 juta warga Korea, 1 juta tentara China dan Korut, 30 ribu tentara AS, 400 ribu tentara Korsel, dan 1000 tentara Inggris tewas. Sekitar 3 tahun berperang berlangsung, pembicaraan damai 2pihak terus diupayakan. Pada tanggal 1953, genjatan senjata disepakati.Perang korea adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, perang itu terjadi antara Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris mereka yang memihak Korsel melawan komunis China dan Uni Soviet yang juga anggota PBB yang memihak Korut. Total tentara Korsel dan sekutu 1.207 juta sebaliknya Korut, Uni Soviet dan China 1.212 tentara. Perang pecah saat tentara rakyat Korut menyerang Korsel. Tujuan Korut menyerang untuk menangkap dan mengeksekusi Presiden Korsel Syngman Rhee yang juga komandan pasukan tentara Republik Korea.
Atas serangan itu, AS bertindak cepat dan mengajukan masalah itu ke PBB. Dalam beberapa jam, PBB langsung memperingatkan Korut untuk mundur. Namun Korut menolak sehingga PBB langsung mengeluarkan resolusi dan memberi bantuan militer kepada Korsel dipimpin Jenderal Douglas. Negosiasi genjatan senjata berlangsung 2 tahun sejak perang pecah, pada tahun 1952 Presiden AS Dwight Eisenhower berkunjung ke Korsel untuk mencari tahu bagaimana mengakhiri konflik Korea.Setelah PBB menerima proposal perdamaian dari India untuk perang Korea setuju meletakan senjata pada tanggal 27 juli 1953. Dalam perjanjian itu, 2 negara yang berperang menetapkan demiliterized zone (DMZ). Untuk sesaat, Perang Korea terhenti meskipun belum ada perjanjian damai yang ditanda-tangani.
2.3.1 Setelah Perang Dunia II
·         Di selatan
Pada 7 September 1945, Jenderal MacArthur mengumumkan bahwa Letnan Jenderal John R. Hodge mengelola urusan Korea, dan Hodge mendarat di Incheon baserta pasukannya keesokan harinya. "Pemerintah Sementara Republik Korea" mengirimkan delegasi beserta tiga orang penerjemah, namun dia menolak untuk menemui mereka.Dengan fokus mereka lebih dominan terhadap Jepang, penguasa militer Amerika menjadi kurang perhatian terhadap Korea dan tentara pada umumnya tidak ingin ditugaskan di sana. Sementara Jepang diletakkan di bawah pemerintahan sipil, Korea ditempatkan di bawah pemerintahan langsung satuan militer. Sedikit perubahan di dalam administrasi negara itu; petugas yang melakukan pelayanan di bawah otoritas Jepang tetap berada di posisi mereka masing-masing.
 Gubernur Jepang tidak diberhentikan sampai pertengahan September dan banyak petugas Jepang berada di kantor sampai 1946. Keputusan tersebut membuat marah sebagian besar warga Korea, karena Jepang selama ini telah membantu mengeksploitasi Korea. Kemarahan ini semakin menjadi-jadi tatkala militer Amerika memilih untuk memberikan banyak posisi pemerintahan bagi orang Korea yang dianggap telah mengkhianati negara mereka sendiri dengan bekerja sama dengan penguasa Jepang.
Penguasa pendudukan Amerika Serikat di Korea bagian selatan melihat banyak upaya pemerintah pribumi sebagai pemberontakan komunis dan menolak untuk mengakui "Pemerintahan Sementara". Namun, seorang anti-komunis bernama Syngman Rhee, yang pindah kembali ke Korea setelah puluhan tahun di pengasingan di Amerika Serikat, dianggap sebagai calon yang dapat diterima untuk memimpin negeri ini sementara waktu karena ia dianggap ramah kepada Amerika Serikat. Di bawah Rhee, pemerintah sementara Korea Selatan melakukan sejumlah kampanye militer melawan pemberontak sayap kiri yang mengangkat senjata melawan pemerintah dan menganiaya lawan-lawan politik lainnya. Selama beberapa tahun berikutnya, antara 30.000 dan 100.000 orang kehilangan nyawa mereka selama perang melawan pemberontak sayap kiri. Pada Agustus 1948, Syngman Rhee menjadi presiden pertama Korea Selatan, dan pasukan Amerika Serikat meninggalkan semenanjung.
·         Di utara
Pada bulan Agustus 1945, tentara Uni Soviet membentuk Penguasa Sipil Soviet untuk memerintah negeri ini sampai rezim dalam negeri, yang ramah kepada Uni Soviet, dapat didirikan. Komite sementara didirikan di seluruh negara, meletakkan pihak Komunis di posisi kunci. Pada Maret 1946 reformasi tanah dilembagakan karena tanah yang pernah dikuasai Jepang dan para pemilik tanah yang berkolaborasi dibagi dan diserahkan kepada petani miskin. Kim Il-sung memprakarsai program reformasi tanah pada tahun 1946. Dengan mengorganisasi banyak warga sipil miskin dan pekerja pertanian di bawah komite rakyat, sebuah kampanye massa nasional menghancurkan kendali kaum penguasa lama tanah. Tuan tanah diizinkan hanya untuk mempertahankan tanah yang sama luasnya dengan tanah kaum sipil miskin yang pernah menyewa tanah mereka, sehingga pembagian tanah lebih merata. Reformasi tanah Korea Utara dicapai dengan cara yang tidak terlalu keras daripada yang terjadi di Cina atau Vietnam. Sumber-sumber resmi Amerika menyatakan, "Dari semua catatan, mantan tetua desa dihilangkan sebagai pemaksaan politik tanpa mengarah pada pertumpahan darah, tapi tindakan yang sangat hati-hati itu diambil untuk mencegah mereka kembali berkuasa." Kebijakan ini sangat menyenangkan di kalangan petani, tetapi menyebabkan banyak kolaborator dan mantan tuan tanah melarikan diri ke Korea Selatan di mana beberapa di antaranya memperoleh posisi di pemerintahan Korea Selatan yang baru. Menurut pemerintah militer Amerika Serikat, 400.000 warga Korea Utara pergi ke Korea Selatan sebagai pengungsi.
Industri kunci dinasionalisasi. Situasi ekonomi di Korea Utara hampir sama sulitnya seperti di Korea Selatan, karena Jepang memusatkan pertanian di selatan dan industri berat di utara.
Pada Februari 1946 pemerintah sementara yang disebut Komite Rakyat Sementara Korea Utara dibentuk di bawah pimpinan Kim Il-sung, yang telah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk berlatih perang bersama pasukan Soviet di Manchuria. Konflik dan perebutan kekuasaan memanas di tingkat atas pemerintahan di Pyongyang karena pihak aspiran yang berbeda melakukan manuver untuk mendapatkan posisi kekuasaan di dalam pemerintahan baru. Di tingkat lokal, komite rakyat secara terbuka menyerang kolaborator dan beberapa tuan lahan, dengan menyita banyak tanah dan harta benda mereka. Akibatnya, banyak kolaborator dan yang lainnya hilang atau tewas. Itu terjadi di banyak provinsi, dan melalui kerjasama dengan komite rakyat yang sama inilah pada akhirnya pemimpin Korea Utara, Kim Il-sung mampu membangun sistem pendukung akar rumput yang akan mengangkatnya untuk berkuasa di atas lawan-lawan politiknya yang pernah tinggal di Pyongyang. Pasukan Soviet berangkat pada tahun 1948.


2.3.2 Dibentuknya dua negara Korea
Dengan menguatnya ketidakpercayaan antara sekutu sebelumnya Amerika Serikat dan Uni Soviet, tidak ada persetujuan yang berhasil dicapai mengenai cara untuk mendamaikan pemerintah sementara yang saling bersaing. Amerika Serikat membawa masalah ini ke hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada musim gugur 1947. Uni Soviet menentang keterlibatan PBB.
PBB meloloskan resolusi pada tanggal 14 November 1947, dengan menyatakan bahwa pemilihan umum yang bebas harus ditunda, pasukan asing harus ditarik, dan sebuah komisi PBB untuk Korea harus dibentuk. Uni Soviet, walaupun anggota dengan kekuatan hak veto, memboikot pemungutan suara dan tidak mempertimbangkan resolusi yang akan mengikat.
Pada April 1948, sebuah konferensi organisasi-organisasi dari Korea Utara dan Korea Selatan bertemu di Pyongyang. Konferensi ini tidak membuahkan hasil, dan Soviet memboikot pemilihan umum yang diawasi PBB di Korea Selatan. Tidak ada pemilihan yang diawasi PBB di utara. Pada tanggal 10 Mei Korea Selatan mengadakan pemilihan. Syngman Rhee, yang telah mengusulkan pemilihan umum parsial di Korea Selatan demi mewujudkan kekuasaannya sejak 1947, terpilih sudah, meskipun partai-partai sayap kiri memboikot pemilihan umum itu. Korupsi yang tersebar luas dilaporkan terjadi dalam pemilihan umum itu dan Republik Korea memulai hidup tanpa legitimasi yang cukup. Pada 15 Agustus, Republik Korea secara resmi mengambil alih kekuasaan dari militer AS.
2.2.3 Setelah Perang Korea (1953–kini)
Korea Utara dan Korea Selatan tidak pernah menandatangani perjanjian perdamaian secara resmi dan dengan demikian mereka secara resmi masih berperang; hanya gencatan senjata yang telah dinyatakan. Pemerintah Korea Selatan menjadi didominasi oleh militernya dan keadaan yang ontrove damai ini diselingi oleh pertempuran perbatasan dan beberapa upaya pembunuhan. Korea Utara gagal dalam beberapa upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Korea Selatan, terutama pada tahun 1968, 1974 dan 1983; terowongan sering ditemukan di bawah Zona Demiliterisasi dan perang ontro pecah karena terjadinya insiden pembunuhan kapak di Panmunjeom pada 1976. Pada 1973, beberapa kontak tingkat tinggi yang sangat rahasia mulai dilakukan melalui kantor-kantor Palang Merah, tetapi berakhir setelah insiden Panmunjeom dengan sedikit kemajuan yang telah dibuat.
Pada akhir 1990-an, ketika Korea Selatan beralih ke demokrasi, keberhasilan kebijakan Nordpolitik, dan kekuasaan di Korea Utara beralih kepada Kim Jong-il putera Kim Il-sung, kedua-dua ontro mulai terlibat secara terbuka untuk kali pertama, kemudian Korea Selatan memberlakukan Kebijakan Cuaca Cerah.Baru-baru ini, di dalam upaya untuk memajukan upaya rekonsiliasi, kedua-dua Korea telah menerima Bendera Unifikasi tidak resmi, yang mewakili Korea di acara olah raga internasional. Korea Selatan ontro Korea Utara bantuan dan usaha ekonomi kerjasama yang signifikan, dan kedua-dua pemerintah telah bekerjasama dalam mengupayakan pertemuan anggota keluarga yang terpisah dan pariwisata terbatas di situs Korea Utara. Namun, kedua-dua ontro masih tidak mengakui satu sama lain, dan Kebijakan Cuaca Cerah tetap ontroversial di Korea Selatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar