BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Sejarah awal Korea berkisar di sekitar kerajaan kuno Choson
yang muncul sekitar 2.300 tahun sebelum Masehi. Pada sekitar abad ke 2 sebelum
Masehi, bangsa Cina mendirikan koloni di daerah kerajaan tersebut. Namun, lima
abad kemudian, bangsa Korea mengusir mereka keluar. Sejak itu, muncul sebuah
kerajaan, yaitu kerajaan Silla. Kerajaan Silla (668 – 935) membawa puncak ilmu
pengetahuan dan budaya yang besar. Akibat adanya kerusuhan yang terjadi di
dalam negeri pada abad ke 10, dinasti Silla jatuh dan digantikan oleh dinasti
Koryo. Selama periode kepemimpinan dinasti Koryo (935 – 1392, Korea mengalami
banyak serbuan. Tentara Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan menyerbu dan
akhirnya menguasa Korea sehingga Korea menjadi bagian kekaisaran Mongol.
Dalam makalah kami ini akan di bahas menganai korena di mana
yang akan di bahas lebih mendalamnya lagi adalah mengenai korea pada saat
perang dunia ke II dan keadaan korea setelah perang dunia II.
1.2. Rumusan masalah
1.2.1
Bagaimanakah garis besar sejarah
mengenai Korea?
1.2.2
Bagaimanakah keadaan korea pada saat
perang dunia II ?
1.2.3
Bagaimanakah keadaan korea setelah
perang dunia II ?
1.3 Manfaat dan Tujuan
1.3.1
Untuk Mengetahui garis besar sejarah mengenai Korea
1.3.2
Untuk mengetahui keadaan korea pada saat perang dunia II
1.3.3
Untuk Mengetahui keadaan korea setelah perang dunia II
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Garis Besar Sejarah Korea
Sejarah
awal Korea berkisar di sekitar kerajaan kuno Choson yang muncul sekitar 2.300
tahun sebelum Masehi. Pada sekitar abad ke 2 sebelum Masehi, bangsa Cina
mendirikan koloni di daerah kerajaan tersebut. Namun, lima abad kemudian,
bangsa Korea mengusir mereka keluar. Sejak itu, muncul sebuah kerajaan, yaitu
kerajaan Silla. Kerajaan Silla (668 – 935) membawa puncak ilmu pengetahuan dan
budaya yang besar. Akibat adanya kerusuhan yang terjadi di dalam negeri pada
abad ke 10, dinasti Silla jatuh dan digantikan oleh dinasti Koryo. Selama
periode kepemimpinan dinasti Koryo (935 – 1392, Korea mengalami banyak serbuan.
Tentara Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan menyerbu dan akhirnya menguasa
Korea sehingga Korea menjadi bagian kekaisaran Mongol.
Setelah runtuhnya Mongol pada akhir abad ke 14, berbagai
golongan bangsawan dan militer berusaha memegang kekuasaan di Korea . Akhirnya,
seorang jenderal yang bernama Yi Sung-Gy menghilangkan pemerintahan yang korup
dan mendirikan dinasti Yi (1392 – 1910). Kongfucuisme diperkenalkan sebagai
agama resmi. Reformasi politik dan social dimulai. Ibu kota negara dipindahkan
dari Kaesong ke Seoul . Namun , Korea masih tetap terancam oleh Cina dan
Jepang. Kedua negara tersebut ingin menguasai Korea untuk memperluas wilayah
mereka. Setelah serangan yang gagal dari kepang pada tahun 1592 – 1598, Korea
jatuh di bawah kekuasaan Manchu dari utara. Beberapa abad berikutnya, Korea
menutup diri dari pergaulan dunia menjadi negara pertapa. Pada tahun 1800-an,
Rusia, Jepang, dan Cina bersaing untuk menguasai Korea . Setelah perang Rusia –
Jepang pada tahun 1904 - 1905, Jepang bergerak ke semenanjung Korea dan
mendudukinya pada tahun 1910. Pada tahun 1919, penduduk Korea mengadakan
demonstrasi secara damai karena menginginkan kemerdekaan. Akan tetapi, polisi
Jepang membubarkannya, malah ada yang dibunuh dalam aksi tersebut.
Pada tahun 1945, di akhir perang dunia II, tentara Uni
Soviet menduduki bagian utara Korea sedangkan tentara Amerika di bagian
selatan. Setelah membuat suatu perjanjian, Korea dibagi sejajar dengan garis
lintang 38˚. Pada bagian selatan berdirilah Republik Korea , sedangkan di
daerah utara didirikan Republik Demokratik Rakyat Komunis. Pada tanggal 25 Juni
1950, tentara Korea Utara menyerang Korea Selatan dalam upaya menyatukan Korea
dibawah kekuasaan komunis. Korea Utara yang memakai persenjataan yang
disediakan oleh Uni Soviet menang atas Korea Selatan. Akan tetapi, atas bantuan
PBB, Korea Selatan diselamatkan atas kekalahan dan pertempuran pun diakhiri dengan
gencatan senjata pada bulan Juli 1953. Sejak saat itu, berbagai perundingan
yang dilakukan untuk menyatukan Korea selalu gagal.
2.1.1
Perang Korea
Perang Korea, adalah sebuah
konflik antara Korea Utara dan Korea
Selatan. Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa
Inggris proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan
komunis Republik
Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota
PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama
Korea Selatan termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania
Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di
bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok,
menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang
menyediakan penasihat perang dan pilot
pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara. Di
Amerika Serikat konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisional di bawah
bendera PBB daripada sebuah perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan
kongres mengumumkan perang.
2.1.2 Jalannya perang
Peran Joseph Stalin dan Mao Zedong
Professor Shen Zhihua, yang menggunakan dana pribadinya
untuk membeli arsip-arsip Uni Soviet, banyak menemukan telegram-telegram antara
Moskwa dengan Beijing sebelum perang dimulai. Berikut ini adalah ikhtisar
singkat dari sejumlah telegram antara Mao dan Stalin.
Pada 1 Oktober 1950 Kim Il-sung mengirim
telegram ke Cina, meminta intervensi militer. Pada hari yang sama, Mao Zedong
menerima telegram Stalin, yang juga meminta Cina mengirim pasukan ke Korea.Pada
5 Oktober 1950, di bawah tekanan Mao Zedong dan Peng Dehuai, Komite Pusat Komunis Cina memutuskan
untuk melakukan intervensi militer di Korea.
Pada 11 Oktober 1950 Stalin dan Zhou Enlai mengirim
telegram yang ditandatangani bersama kepada Mao, yang menyatakan:
Tentara Cina yang dikirimkan kurang persiapan dan tidak
dilengkapi tank dan artileri; dibutuhkan waktu dua bulan sebelum bantuan
perlindungan udara sampai di sana.
Dalam jangka waktu satu bulan, tentara dengan
perlengkapan memadai harus sudah siap di posisinya masing-masing; bila tidak,
maka pasukan AS akan berjalan lebih jauh ke utara dan mengalahkan Korea
Utara.Pasukan dengan perlengkapan yang memadai harus dikirim ke Korea dalam
jangka waktu enam bulan, bila lebih, maka Korea Utara diperkirakan telah
diduduki AS, sehingga bantuan tentara akan sia-sia.
Pada 12 Oktober 1950, pukul 15:30 waktu
Beijing, Mao mengirim telegram kepada Stalin melalui duta besarnya: Saya
setuju dengan keputusan Anda (Stalin dan Zhou).
Pada 12 Oktober 1950, pukul 22:12 waktu Beijing, Mao
mengirim telegram lain: Saya setuju dengan telegram 10 Oktober, pasukan saya
akan tetap di tempatnya, saya telah mengeluarkan perintah untuk menunda rencana
ke Korea.Pada 12 Oktober 1950, Stalin mengirim telegram ke Kim
Il-sung, mengatakan: tentara Rusia dan Cina tidak akan
datang.Pada 13 Oktober, duta besar Rusia di Beijing mengirim telegram kepada
Stalin, mengatakan: Mao Zedong telah memberitahu kepadanya bahwa Komite Pusat
Komunis Cina telah menyetujui keputusan pengiriman pasukan ke Korea.
2.1.3 Korea Utara
menyerang (Juni 1950)
Meskipun PBB menerima banyak pesan yang
memberitahu bahwa Korea Utara akan melakukan invasi, PBB menolak semuanya.
Sebelum perang, pada awal tahun 1950, perwira CIA stasiun Cina Douglas Mackiernan menerima
ramalan intelejen Cina dan Korea Utara yang meramalkan bahwa tentara Korut akan
menyerang ke Selatan.Dengan alasan membalas provokasi Korea Selatan, Tentara
Korea Utara (tentara Korut) menyebrangi paralel ke-38, dibantu tembakan
artileri, Minggu pagi tanggal 25 Juni 1950. tentara Korut mengatakan bahwa
pasukan Republik Korea (ROK), di bawah pimpinan "bandit pengkhianat Syngman
Rhee", telah menyebrangi perbatasan "terlebih
dahulu", dan mereka akan menangkap serta mengeksekusi Rhee. Pada
tahun-tahun sebelumnya, kedua Korea telah saling menyerang satu sama lain.
Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan
Keamanan PBB dengan suara bulat mengecam invasi Korea Utara terhadap
Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK PBB, meskipun Uni
Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak Januari. Pada 27 Juni 1950,
Presiden Truman memerintahkan angkatan udara dan laut AS untuk membantu rezim
Korea Selatan. Setelah memperdebatkan masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950,
menerbitkan Resolusi 83 yang
merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik
Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan kepada PBB,
Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet menuduh Amerika memulai intervensi
bersenjata atas nama Korea Selatan.
Uni Soviet menentang legitimasi perang
tersebut, karena (i) data intelejen tentara Korea Selatan yang menjadi sumber
Resolusi 83 didapatkan dari intelejen AS; (ii) Korea Utara (Republik Demokratik
Rakyat Korea) tidak diundang sebagai anggota sementara PBB, yang berarti
melanggar Piagam PBB Pasal 32; dan (iii) perang Korea berada di luar lingkup
Piagam PBB, karena perang perbatasan Utara-Selatan awalnya dianggap sebagai perang
saudara. Selain itu, perwakilan Soviet memboikot PBB untuk
mencegah tindakan Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli
hukum mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat
dari 5 anggota tetap DK PBB. Korea Utara memulai "Perang Pembebasan Tanah
Air" dengan melakukan invasi darat dan udara dengan 231.000 tentara, yang
berhasil menguasai objek dan wilayah sesuai dengan yang direncanakan seperti Kaesŏng, Chuncheon, Uijeongbu, dan Ongjin, yang mereka
dapatkan setelah mengerahkan 274 tank T-34-85, 150 pesawat tempur Yak, 110 pesawat
pengebom, 200 artileri, 78 pesawat latihan Yak, dan 35 pesawat mata-mata.
Sebagai tambahan pasukan invasi,
tentara Korut memiliki 114 pesawat tempur, 78 pesawat pengebom, 105 T-34-85,
dan 30.000 pasukan yang berpangkalan di Korea Utara.[14] Di laut,
meskipun hanya terdiri dari beberapa kapal perang kecil, juga terjadi
pertempuran yang cukup sengit antara keduanya.Di pihak lain, tentara Korea
Selatan masih belum siap. Pada South to the Naktong, North to the Yalu
(1998), R.E. Applebaum melaporkan bahwa tentara Korea Selatan memiliki tingkat
kesiapan tempur yang rendah pada 25 Juni 1950. Tentara Korea Selatan hanya
memiliki 98.000 tentara (65.000 tentara tempur, 33.000 tentara penyokong),
tidak memiliki tank, dan 22 pesawat yang terdiri dari 12 pesawat tipe
penghubung dan 10 pesawat latihan AT6. Selain itu tidak ada pasukan asing yang
berpangkalan di Korea saat itu - meskipun terdapat pangkalan AS di Jepang.
Dalam jangka waktu beberapa hari saja,
banyak tentara Korea Selatan — yang kurang loyal terhadap rezim Syngman Rhee —
lari ke selatan atau malah berkhianat dan bergabung dengan tentara Korea Utara.
Meskipun terjadi demobilisasi besar-besaran pasca Perang Dunia II di tubuh
sekutu, ada sepasukan tentara AS di Jepang dengan jumlah yang cukup besar di
bawah pimpinan Jenderal MacArthur. Mereka bisa melawan Korea Utara. Selain AS,
di sana, Inggris juga memiliki kekuatan tempur yang hampir sama besarnya.Pada
hari Sabtu, 24 Juni 1950, Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson memberi tahu Presiden Harry
S. Truman melalui telepon, "Bapak Presiden, saya memiliki
berita yang sangat serius. Korea Utara telah menyerang Korea Selatan."
Truman dan Acheson mendiskusikan sebuah serangan balasan sebagai respon yang
akan diambil AS dengan pimpinan departemen pertahanan, yang setuju bahwa
Amerika Serikat harus mengusir agresi militer, lalu menghubungkannya dengan
agresi Adolf Hitler di tahun 1930 (yang ketika itu didiamkan AS).
Kesalahan seperti itu tidak boleh
terulang. Presiden Truman mengakui bahwa pertempuran ini berkaitan dengan usaha
Amerika mencegah komunisme yang semakin mengglobal:
"Komunisme sedang beraksi di Korea, sebagaimana yang
dilakuan Hitler, Mussolini, dan Jepang lakukan sepuluh, lima belas, dan dua
puluh tahun yang lalu. Saya merasa yakin bila Korea Selatan dibiarkan jatuh,
pemimpin Komunis akan semakin melebarkan kekuasaannya hingga ke negara dekat
pantai kita sendiri. Jika komunis dibiarkan memaksakan kehendak mereka di
Republik Korea tanpa perlawanan dari dunia yang bebas, negara-negara kecil
lainnya akan kehilangan keberanian untuk melawan ancaman dan agresi dari
tetangga Komunisnya yang lebih kuat."
Presiden Harry S. Truman mengumumkan
bahwa AS akan melawan "agresi yang tidak diprovokasi" dan
"bersemangat mendukung upaya dewan keamanan [PBB] untuk mengakhiri
pelanggaran serius terhadap perdamaian. Pada Agustus 1950, Presiden dan
Sekretaris Negara dengan mudah membujuk Kongres mengegolkan $12 miliar untuk
menambah anggaran militer di Asia yang penting untuk mencapai tujuan National
Security Council Report 68 (NSC-68), penahanan global AS terhadap
komunisme. Atas rekomendasi Acheson, Presiden Truman memerintahkan Jenderal
MacArthur mengirim material kepada tentara Republik Korea dan memberikan
perlindungan udara pada evakuasi warga negara Amerika Serikat. Akan tetapi,
presiden menolak mengebom Korea Utara secara langsung. Selain itu, presiden juga
memerintahkan Armada ke-7 AS untuk melindungi Taiwan, yang meminta
untuk ikut bertempur di Korea. Akan tetapi presiden menolak permintaan itu
dengan alasan dapat memancing kemarahan Cina.
Pertempuran Osan adalah
pertempuran besar pertama antara AS dan Korea Utara di Perang Korea. Pada 5
Juli 1950, Task Force Smith menyerang Korea Utara di Osan, namun karena
tidak membawa senjata yang mampu menghancurkan tank Korea Utara, mereka gagal,
dengan total 180 orang tewas, terluka, atau tertangkap. Korea Utara maju ke
Selatan, memaksa Divisi ke-24 AS mundur ke Taejeon, yang di kemudian hari juga berhasil
dikuasai Korea Utara pada Pertempuran Taejon; Divisi ke-24
menderita 3.602 tewas atau terluka dan 2.962 ditangkap—termasuk komandan divisi
Mayor Jendral William F. Dean. Di udara,
Angkatan Udara Korea Utara menembak jatuh 18 pesawat tempur dan 29 pengebom AS;
sementara AS hanya menjatuhkan 5 pesawat tempur Korea Utara.
Di bulan Agustus, Korea Utara berhasil
menekan Korea Selatan dan tentara AS ke kota Pusan, di Korea
Tenggara. Dalam serangan itu, Korea Utara menghabisi akademisi Korea Selatan
dengan membunuh pegawai negeri dan kaum intelektual. Pada 20 Agustus, Jenderal
MacArthur memperingatkan pemimpin Korea Utara Kim Il-Sung bahwa ia bertanggung
jawab terhadap kekejaman tentara Korea Utara. Hingga bulan September, tentara
PBB hanya bisa mengontrol pinggiran kota Pusan, atau hanya 10% dari wilayah
Korea.Dalam keputusasaan di Pertempuran Perimeter Pusan
(Agustus-September 1950), Angkatan Darat Amerika Serikat menahan serangan
tentara Korut yang bermaksud merebut kota. Tak lama kemudian, USAF dapat
menghambat logistik tentara Korut dengan menghancurkan 32 jembatan.[8]. USAF juga
menghancurkan depot logistik, penyulingan minyak, dan pelabuhan untuk menghambat
pasokan material tentara Korut. Sebagai akibatnya, tentara Korut di semenanjung
Selatan tidak bisa mendapatkan pasokan.
Di saat yang sama, garnisun AS di
Jepang terus-menerus mengirim tentara dan bahan untuk memperkuat Perimeter
Pusan. Batalion tank dikerahkan ke Korea dari San Francisco (di daratan Amerika
Serikat); pada akhir Agustus, Perimeter Pusan memiliki sekitar 500 tank.[8] Pada awal
September 1950, tentara Republik Korea dan pasukan komando PBB menyerang balik
100.000 tentara Korut dengan 180.000 pasukan.
2.1.4 Serangan PBB:
Invasi ke Korea Utara (September–Oktober 1950)
Pada tanggal 1 Oktober 1950, Komando PBB
mendorong tentara Korut hingga ke Utara, melewati paralel ke-38, Republik Korea
kemudian mengejar mereka masuk ke wilayah Korea Utara. Enam hari kemudian, pada
7
Oktober, dengan otorisasi dari PBB, pasukan Komando PBB
mengikuti pasukan Republik Korea menyerang ke wilayah Utara. Angkatan Darat AS
kedepalam dan tentara Republik Korea menyerang ke bagian Barat Korea, dan
berhasil merebut Pyongyang, ibukota Korea
Utara, pada 19 Oktober 1950. Di akhir bulan, pasukan PBB menahan 135,000
tawanan perang; dan mereka melihat adanya perpecahan di tentara Korea Utara.
Jenderal MacArthur dan beberapa politisi Amerika sempat
mengusulkan untuk menyerang Komunis Cina untuk menghancurkan depot Tentara
Rakyat China yang memasok kebutuhan perang Korea Utara, namun Presiden Truman
tidak setuju, dan memerintahkan Jenderal MacArthur tidak melewati perbatasan
Sino-Korea.
Pertempuran urban:Marinir Amerika Serikat bertempur untuk
merebut ibukota Korea Utara.
2.1.5 Intervensi Cina
Pada 27 Juni 1950, dua hari setelah
invasi terhadap Korut dan tiga bulan sebelum intervensi Cina untuk Perang
Korea, Presiden Truman mengirimkan Armada 7 AS ke Selat Taiwan, untuk
melindungi Republik Nasionalis Cina dari ancaman Republik Rakyat China (RRC).
Tanggal 4 Agustus 1950, Mao Zedong melapor kepada Politbiro bahwa ia akan
melakukan intervensi bila Tentara Relawan Rakyat (PVA) sudah siap untuk
dimobilisasi. Pada 20 Agustus 1950, Perdana Menteri Zhou Enlai
menginformasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa "Korea adalah tetangga
Cina... Rakyat Cina harus terlibat mencari solusi untuk masalah Korea
"-dengan demikian, melalui diplomat dari negara netral, Cina
memperingatkan AS, bahwa dalam menjaga keamanan nasional Cina, mereka
akan melakukan intervensi terhadap Komando PBB di Korea. Presiden Truman
menafsirkan pesan ini sebagai "sebuah usaha untuk pemerasan terhadap
PBB", dan mengabaikannya. Politbiro mengizinkan intervensi Cina di Korea
pada tanggal 2 Oktober 1950-sehari setelah tentara Republik Korea menyeberangi
perbatasan 38-paralel. Kemudian, Cina mengklaim bahwa pesawat-pesawat pembom AS
telah melanggar wilayah udara nasional RRC dalam perjalanannya menuju Korea
Utara-sebelum Cina melakukan invervensi di Korea Utara.
Pada bulan September, di Moskow,
Perdana Menteri RRC Zhou Enlai menambahkan
tekanan diplomatik dan personal dalam telegram Mao kepada Stalin, meminta
bantuan militer dan material. Stalin menundanya; Mao dijadwalkan kembali
meluncurkan "Perang Melawan Bala Bantuan Amerika dan Korea" dari 13
ke 19 Oktober 1950. Uni Soviet hanya mau memberikan bantuan serangan udara di
bagian Utara Sungai Yalu. Namun Mao menganggap bantuan itu tidak berguna karena
pertempuran lebih banyak terjadi di sisi Selatan sungai tersebut. Soviet juga
membatasi bantuannya dan hanya mau mengirimkan material berupa truk, senjata
mesin, granat, dan sejenisnya. Pada 8 Oktober 1950, sehari setelah tentara AS
menyebrang ke wilayah Korea Utara, Mao Zedong memerintahkan Tentara Pembebasan Rakyat Frontier Barat
Laut direorganisasi ke dalam People's Volunteer Army (PVA), yang
sedang bertempur dalam "Perang Melawan Amerika dan Membantu Korea."
Mao menjelaskan kepada Stalin: "Bila kita membiarkan Amerika Serikat
menduduki seluruh Korea, kekuatan revolusioner Korea akan mendapatkan kekalahan
telak, penjajah Amerika akan merajalela dan memberikan efek negatif terhadap
seluruh Timur Jauh."
Pengintaian udara AS mengalami
kesulitan menemukan unit PVA di siang hari karena disiplin yang mereka miliki.
PVA bergerak dari "malam-ke-malam" (19.00-03.00) dan membuat kamuflase
agar tak terlihat dari udara pada jam 05.30. Di siang hari, mereka mengirim tim
untuk mencari lokasi istirahat dan mendirikan bivak. Bila pesawat melintas,
mereka diharuskan untuk diam tak bergerak hingga pesawat tersebut menghilang.
Perwira PVA diperbolehkan menembak pasukannya yang dianggap dapat mengancam
keamanan pasukan. Disiplin yang keras seperti itu membuat tiga divisi pasukan
berjalan sejauh 286 mil (460 km) dari An-tung, Manchuria, ke medan pertempuran
dalam 19 hari; divisi lain yang melewati daerah pegunungan berliku mampu
berjalan rata 18 mil (29 km) setiap harinya selama 18 hari.
Pada 10 Oktober 1950, Batalion Tank
ke-89 digabungkan dengan Divisi Kavaleri Pertama, menambah jumlah kendaraan
baja yang tersedia untuk menyerang ke Utara. Pada 15 Oktober, setelah
menghadapi perlawanan Korut, Resimen Kavaleri ke-7 dan Charilie Company,
Batalion Tank ke-70 berhasil menguasai kota Namchonjam. Pada 17 Oktober, mereka menyerang
lewat arah kanan, menjauhi jalan utama, untuk menguasai Hwangju. Dua hari kemudian, Divisi Pertama
Kavaleri menguasai Pyongyang, ibu kota
Korea Utara, sehingga pada 19 Oktober 1950 tentara AS sepenuhnya menguasai
Korea Utara.
Di tempat lain, 15 Oktober 1950,
Presiden Truman dan Jen. MacArthur bertemu di Wake Island di tengah
Samudera Pasifik. Kepada Presiden Truman, Jen. MacArthur berspekulasi bahwa
kecil risiko China akan mengintervensi di Korea;[8] bahwa
kesempatan tentara China membantu Korut telah hilang; bahwa China memiliki
300.000 tentara di Manchuria, dan sekitar 100.000-125.000 tentara di Sungai
Yalu; dan menyimpulkan bahwa meskipun setengah dari seluruh tentara menyebrang
ke Selatan, mereka dapat dengan mudah dihancurkan karena tidak memiliki
perlindungan udara. Setelah menghadapi dua pertempuran kecil pada 25 Oktober,
pertempuran besar pertama antara China-Amerika terjadi pada 1 November 1950;
jauh di wilayah Korea Utara, ribuan tentara China mengepung dan menyerang unit
Komando PBB dalam Pertempuran Unsan. Di Barat,
akhir November, di sepanjang Sungai Chongchon, tentara China
menyerang dan mengalahkan beberapa divisi Korea Selatan, dan menghabisi tentara
PBB yang tersisa.
Pasukan PBB dan tentara ke-8 AS berhasil
bergerak mundur karena mendapat dukungan Brigade Turki yang menahan serangan
China selama 4 hari (26-30 November). Di Timur, pada Pertempuran Chosin Reservoir , dan
Regimental Combat Team Divisi Infantri ke-7 (3000 tentara) dan divisi marinir
(12.000—15.000 marinir) juga mundur setelah dikepung, dengan total tewas secara
keseluruhan 15.000 orang. Awalnya, infantri tentara China di garis depan tidak
memiliki persenjataan berat maupun crew-served light infantry weapons,
namun dengan cepat mereka menutupi kelemahan yang mereka miliki; dalam How
Wars Are Won: The 13 Rules of War from Ancient Greece to the War on Terror
(2003), Bevin Alexander melaporkan:
Metodenya adalah dengan menggabungkan unit-unit peleton
yang terdiri dari 50 orang ke dalam kompi yang berisi 200 orang, yang kemudian
dibagi lagi menjadi beberapa unit kecil. Satu tim memotong jalan lari tentara
Amerika, yang lainnya menyerang baik dari arah depan maupun samping secara
bersamaan. Penyerangan berlanjut dari segala arah hingga pasukan musuh
dihancurkan atau terpaksa kabur.
Dalam South to the Naktong, North to the Yalu,
R.E. Appleman menggambarkan taktik menyerang tentara China:
Dalam Serangan Fase Pertama, tentara infantri ringan
menjalankan taktik penyerangan, umumnya tidak membawa senjata yang lebih besar
dari mortar. Serangan mereka menggambarkan betapa pasukan China sangat
terlatih, disiplin, dan sangat ahli dalam penyerangan di malam hari. Mereka
ahli dalam seni kamuflase. Unit patroli ahli dalam menemukan posisi musuh.
Mereka merencanakan serangan mereka dari sisi belakang musuh, memotong jalur
mundur dan persediaan mereka, kemudian menyerang dari depan dan samping untuk
mengendapkan pertempuran. Mereka juga melakukan taktik yang mereka sebut
sebagai hachi Shiki, di mana mereka membentuk formasi-V dan membiarkan
musuh masuk ke formasi itu, kemudian memerintahkan pasukan lain menunggu di
formasi V untuk mencegat pasukan musuh lainnya yang berusaha menyelamatkan
pasukan yang sedang terkepung. Taktik ini berhasil di Onjong, Unsan, dan
Ch'osan, namun tidak sepenuhnya berhasil di Pakch'on dan Ch'ongch'on.
Di akhir November, tentara China berhasil mengusir
pasukan Komando PBB dari timur laut Korea Utara, hingga melewati perbatasan
paralel ke-38. Pasukan PBB lari ke pantai timur dan membangun pertahanan di
kota pelabuhan Hungnam dan menunggu bantuan di sana. Pada
Desember 1950, 193 kapal yang membawa 105.000 tentara, 98.000 penduduk sipil,
17.500 kendaraan, dan 350.000 ton suplai tiba di Pusan, di bagian selatan
tanjung korea. Sebelum kabur, pasukan Komando melakukan
operasi untuk menghambat pergerakan pasukan musuh dengan menghancurkan sebagian
besar kota Hungam dan, pada 16 Desember 1950, Presiden Truman mendeklarasikan
keadaan kedaruratan nasional melalui Proklamasi Presidensial No. 2914, 3 C.F.R.
99 (1953), yang berlaku hingga 14 September 1978.
2.1.6 Penyerangan
Musim Dingin China (awal 1951)
Pada bulan Januari 1951, tentara Cina
dan Korut melaksanakan Penyerangan Fase Ketiga (atau dikenal pula dengan
sebutan "Penyerangan Musim Dingin Cina") menggunakan taktik serangan
malam di mana tentara PBB secara diam-diam dikepung kemudian diserang
tiba-tiba. Penyerangan itu juga didukung oleh bunyi-bunyi trompet dan gong
dengan tujuan sebagai alat komunikasi kepada pasukan yang menyerang sekaligus
membuat pasukan musuh mengalami disorientasi secara mental. Pasukan PBB tidak
memiliki pengalaman menghadapi taktik seperti ini dan sebagai hasilnya beberapa
pasukan langsung lari meninggalkan persenjataannya ke arah Selatan. Penyerangan
Musim Dingin China ini berhasil membuat pasukan PBB kewalahan. Tentara China
dan Korut berhasil menguasai Seoul pada 4 Januari 1951.
Selain kekalahan itu, tentara AS juga
mengalami pukulan telak setelah Jendral Walker tewas akibat kecelakaan mobil,
yang membuat moral pasukan menurun. Kejadian ini hampir memaksa Jendral
MacArthur menggunakan bom atom untuk
menyerang China dan Korut serta memotong jalur persediaan mereka. Akan tetapi,
dengan datangnya pengganti Walker, Letnan-Jendral Matthew Ridgway, moral pasukan
kembali meningkat. Pasukan PBB di bagian barat mundur ke Suwon, di bagian
tengah mundur ke Wonju, di bagian timur mundur ke Samchok, di mana garis depan distabilisasi dan
dipertahankan. Tentara China mulai kehabisan logistik dan terpaksa membatalkan
rencananya menyerang lebih jauh; makanan, amunisi, dan material dibawa di malam
hari, dengan berjalan kaki atau sepeda, melewati Sungai Yalu. Pada akhir
Januari, setelah menemukan bahwa musuh telah meninggalkan garis pertempuran,
Jendral Ridgway memerintahkan operasi mata-mata yang dikenal sebagai Operasi Roundup (5 Februari
1951) yang berlangsung secara bertahap sambil mempertahankan superioritas udara
tentara PBB.
Operasi ini sukses dan mengakibatkan tentara
PBB mampu mencapai Sungai Han dan menguasai Wonju. Pada pertengahan Februari, tentara
China menyerang balik dengan Penyerangan Fase Keempat, yang dilancarkan
dari Hoengsong menghadapi tentara AS di Chipyong-ni, di bagian tengah. Tentara AS dan
Tentara Perancis berjuang menghadapi serangan itu dalam sebuah pertempuran
singkat namun cukup menghambat efektifitas serangan China.
Pada dua minggu terakhir Februari 1951, Operasi
Roundup diikuti oleh Operasi Killer (pertengahan
Februari 1951) yang dilancarkan oleh Angkatan Bersenjata ke-8. Operasi tersebut
merupakan serangan berskala penuh untuk menewaskan sebanyak mungkin tentara KPA
dan PVA. Operation Killer berakhir dengan I Corps menduduki kembali wilayah di sebelah
selatan sungai Han, dan IX Corps merebut Hoengsong. Pada 7 Maret 1951, Angkatan
Bersenjata ke-8 melancarkan Operasi Ripper, dan berhasil
mengusir PVA dan KPA dari ibukota Korea Selatan pada 14 Maret 1951.
Pada tanggal 11 April 1951, Kepala
Komando Truman membebastugaskan Jendral MacArthur, Panglima Tertinggi di Korea,
karena dianggap melakukan pembangkangan dan menunjuk Ridgway Jendral untuk
menggantikannya. Serangan-serangan berikutnya , antara lain operasi Courageous (23-28 Maret
1951) dan Tomahawk (23 Maret
1951), berhasil mendorong mundur tentara China dan Korut. Tentara PBB maju ke
"Garis Kansas", bagian utara paralel ke-38. China melakukan serangan
balasan pada bulan April 1951, dengan Penyerangan Fase Kelima (dikenal
pula sebagai "Penyerangan Musim Semi China") dengan tiga tentara
lapangan (field army) (sekitar 700.000 orang) Serangan utama terjadi di Sungai Imjin (22-25 April
1951) dan Kapyong (22-25 April
1951), yang dipertahankan mati-matian oleh tentara AS dan menumpulkan daya
dorong Penyerangan Fase Kelima dan akhirnya berenti di No-name Line di
Utara Seoul. Pada tanggal 15 Mei 1951, tentara China di timur menyerang Tentara
Republik Korea dan Amerika Serikat, namun berhasil dihentikan tanggal 20 Mei.
Pada akhir bulan, Angkatan Darat Amerika Serikat melakukan serangan balasan dan
merebut kembali "Line Kansas", tepat di bagian Utara paralel 38. PBB
kemudian menghentikan serangan dan bertahan di sana, mengakibatkan keadaan
kebuntuan hingga gencatan senjata tahun 1953.
2.1.6 Kebuntuan (Juli
1951-Juli 1953)
Pada tahun-tahun berikutnya, tentara
PBB dan China tetap berperang, namun perubahan wilayah kekuasaan tidak banyak
berubah dan terjadi kebuntuan. Sementara pengeboman wilayah Korea Utara terus
berlangsung, perundingan gencatan senjata dimulai tanggal 10 Juli 1951 di Kaesong. Pertempuran
juga terus berlangsung meskipun perundingan tengah berjalan; tujuan Korsel-PBB
adalah untuk merebut kembali seluruh Korea Selatan dan menghindari kehilangan
wilayah. Tentara China dan Korut juga melakukan operasi serupa serta melakukan
operasi-operasi psikologikal. Pertempuran-pertempuran utama dalam fase ini
antar alain Pertempuran Bloody Ridge(18 Agustus—15
September 1951) dan Pertempuran Heartbreak Ridge (13
September—15 Oktober 1951), Pertempuran Old Baldy (26 Juni—4
Agustus 1952), Pertempuran White Horse (6–15 Oktober
1952), Pertempuran Triangle Hill (14 Oktober—25
November 1952), dan Pertempuran Hill Eerie(21 Maret—21
Juni 1952), pengepungan Outpost Harry (10—18 Juni 1953), Pertempuran Hook
(28—29 Mei 1953), dan Pertempuran Pork Chop Hill (23 Maret—16 Juli
1953).Pergolakan dan perubahan wilayah kekuasaan hingga mengalami kebuntuan.
Negosiasi gencatan senjata berlanjut
selama dua tahun; di Kaesong (Korea Utara bagian Selatan), kemudian di Panmunjon (perbatasan kedua Korea). Problem
utama dari negosiasi ketika itu adalah repatriasi tawanan perang. China, Korea
Utara, dan tentara PBB tidak bisa membuat kesepakatan karena banyak tentara
China dan Korea Utara yang menolak kembali ke Utara. Dalam perjanjian gencatan
senjata terakhir, sebuah Komisi Repatriasi Negara-Negara Netral dibentuk untuk
mengurusi masalah tersebut. Pada tahun 1952, AS memilih presiden baru, dan pada
tanggal 29 November 1952, presiden terpilih Dwight
D. Eisenhower terbang ke Korea untuk mempelajari hal-hal yang mungkin
dapat mengakhiri perang Korea. Pada 27 Juli 1953, proposal gencatan senjata
dari India disetujui oleh Korea Utara, China, dan tentara PBB sehingga mereka
sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan batas di paralel ke-38. Dalam
persetujuan tersebut tertulis bahwa pihak-pihak yang terlibat menciptakan
sebuaeh Zona Demiliterisasi Korea. Tentara PBB,
yang didukung oleh Amerika Serikat, Korea Utara, dan China menandatangani
Perjanjian Gencatan Senjata; Presiden Korea Selatan Syngman Rhee menolak untuk
menandatangani perjanjian itu, karenanya Republik Korea dianggap tidak
berpartisipasi dalam perjanjian tersebut.
2.1.7 Buntut Pertempuran Chosin: Operasi
Glory
Setelah perang, pasukan PBB menguburkan
pasukannya yang tewas di pemakaman sementara di Hŭngnam. Dengan Operasi
Glory (Juli-November 1954), masing-masing pihak saling bertukar mayat
pasukannya. Mayat 4.167 angkatan darat dan Korps Marinir AS ditukar dengan
13.528 mayat tentara China dan Korut. Sebanyak 546 penduduk sipil yang tewas di
kamp tahanan perang PBB diserahkan kepada pemerintahan Korsel. Setelah Operasi
Glory, 416 "prajurit tak dikenal" dimakamkan di Punchbowl Cemetery, Hawaii.
Memorial Perang Korea dapat ditemukan di setiap markas
PBB di negara-negara yang terlibat dalam Perang Korea; pada gambar terlihat
memorial yang terletak di Pretoria, Afrika
Selatan.
2.1.8 Korban perang
Tentara PBB dan AS menghitung jumlah
tentara China dan Korea Utara yang tewas berdasarkan laporan korban-tewas di
lapangan, interogasi tahanan perang, dan intelejen militer (dokumen, mata-mata,
dan lain-lain). Korban tewas: AS: 36.940 terbunuh, China:100.000-1.500.000 terbunuh; kebanyakan sumber
memperkirakan 400.000 orang yang terbunuh; Korea Utara: 214,000-520,000; kebanyakan sumber
memperkirakan 500.000 orang yang terbunuh. Korea Selatan: Rakyat sipil:
245.000-415.000
terbunuh; Total rakyat sipil yang tewas antara 1.500.000-3.000.000; kebanyakan sumber
memperkirakan 2.000.000 orang tewas.
2.1.9 Akhir perang
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika
Serikat, Republik
Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani
persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman
Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati
kesepakatan gencatan senjata tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum
berakhir sampai dengan saat ini.
2.2 korea dalam Perang Dunia II
2.2.1 Pendudukan Jepang (1910–1945)
Setelah mengalahkan Dinasti
Qing Cina pada Perang Sino-Jepang Pertama (1894–96), Kekaisaran
Jepang menduduki Kekaisaran Korea (1897–1910)
yang dipimpin oleh Kaisar Gojong. Satu dekade
kemudian, saat mengalahkan Kekaisaran Rusia pada Perang
Rusia-Jepang (1904–05), Jepang menjadikan Korea sebagai protektorat-nya melalui Perjanjian Eulsa di tahun 1905,
kemudian menganeksasinya melalui Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea di tahun 1910.
Sejak saat itu banyak kaum nasionalis dan intelektual yang melarikan
diri. Beberapa dari mereka membentuk Pemerintahan Sementara Korea, dipimpin
oleh Syngman
Rhee, di Shanghai pada tahun
1919, dan menjadi pemerintahan dalam pengasingan yang hanya diakui oleh sedikit
negara. Antara tahun 1919 hingga 1925, kaum komunis Korea memulai
pemberontakannya terhadap Jepang.
Korea dianggap
sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang bersama dengan
Taiwan, yang merupakan bagian dari Kawasan Kemakmuran Bersama Asia
Timur Raya; pada tahun 1937, Gubernur-Jenderal Minami Jiro memerintahkan dilakukannya asimilasi
budaya Jepang terhadap 23,5 juta penduduk koloni dengan
melarang bahasa, sastra, dan budaya Korea, dan menggantinya dengan budaya
Jepang, serta memerintahkan orang Korea mengganti nama mereka menjadi nama
Jepang. Pada tahun 1938, pemerintahan kolonial menjalankan sistem kerja paksa; hingga 1939, 2,6 juta orang Korea
bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja paksa; pada tahun
1942, pria-pria di Korea dipaksa menjadi tentara Jepang.
Sementara itu di Cina, kelompok
nasionalis Tentara Revolusi Nasional dan kelompok
komunis Tentara Pembebasan Rakyat mengorganisir
(sayap-kanan dan sayap-kiri) patriot Korea yang mengungsi. Kelompok Nasionalis
yang dipimpin oleh Yi Pom-Sok bertempur di Pertempuran Burma (Desember 1941
— Agustus 1945). Kelompok komunis, berada dibawah pimpinan Kim
Il-sung, bertempur melawan Jepang di Korea.Selama Perang
Dunia II, tentara Jepang memanfaatkan makanan, ternak, dan logam
dari Korea untuk tujuan perang. Tentara Jepang di Korea meningkat dari 46.000
(1941) ke 300.000 personel (1945). Tentara Jepang juga merekrut paksa 2,6 juta
tenaga kerja yang dikontrol oleh polisi kolaborasionis Korea; lebih
dari 723.000 orang dikirim ke luar negeri dan juga ke kota-kota di Jepang. Pada
Januari 1945, 32% tenaga kerja Jepang adalah orang Korea; pada Agustus 1945,
ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hirosima, 25% di antara
mereka tewas. Pendudukan
Jepang di Korea dan Taiwan itu tidak diakui oleh negara kekuatan dunia pada
akhir perang.
Pada tahun berikutnya, Amerika Serikat
dan Soviet membuat perjanjian untuk membagi Korea menjadi dua, tanpa melibatkan
pihak Korea. Korea saat itu diwakili oleh kolonel Amerika Serikat Dean Rusk dan Charles Bonesteel. Dua tahun
sebelumnya, di Konferensi Kairo (November
1943), Nasionalis Cina, Britania Raya, dan Amerika Serikat memutuskan bahwa
Korea harus menjadi negara merdeka, "pada waktunya"; Stallin pun
setuju. Pada bulan Februari 1945, di Konferensi Yalta, Sekutu gagal
mendirikan perwalian Korea sebagaimana diwacanakan pada tahun 1943 oleh
presiden Amerika Serikat Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston
Churchill.
Sesuai perjanjian AS-Soviet, Uni Soviet
mendeklarasikan perang pembebasan Korea dari Jepang pada tanggal 9 Agustus
1945, dan, pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah berhasil
menduduki Korea bagian utara, dengan pendaratan amfibi di bagian utara paralel
ke-38. Soviet juga berhasil mengusir tentara Jepang dan masuk
melalui Manchuria. Tiga minggu
kemudian, pada 8 September 1945, Letnan Jendral John R. Hodge dari Amerika Serikat tiba di Incheon untuk menerima
penyerahan Jepang di wilayah Selatan paralel ke-38.
2.2.2 Pemisahan Korea
(1945)
Pada Konferensi
Potsdam (Juli-Agustus 1945), Sekutu secara sepihak memutuskan untuk
membagi Korea tanpa melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini
tidak sesuai dengan Konferensi Kairo (November
1943), ketika Churchill, Chiang
Kai-shek, dan Franklin
D. Roosevelt mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas
dan merdeka. Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (Februari
1945) mengizinkan Stalin membangun "zona penyangga" Eropa — negara satelit yang berada di bawah Moskwa — sebagai
balasan karena telah membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan
Jepang.
Pada tanggal 10 Agustus, Tentara
Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea, sebagaimana
yang telah disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di paralel
utara ke-38 selama 3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan
Amerika Serikat di Selatan. Pada hari itu pula, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi
Jepang (15 Agustus), Amerika Serikat ragu Uni Soviet akan
mengakui peran mereka dalam "komisi bersama", perjanjian pendudukan Korea yang
disponsori Amerika Serikat. Sebulan sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan
politik-militer Amerika Serikat, Kolonel Dean Rusk dan Charles Bonesteel III membagi
semenanjung Korea menjadi dua di garis lintang 38 derajat setelah dengan
terburu-buru (tiga puluh menit) memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua
pelabuhan.
Untuk menjelaskan mengapa zona demarkasi (paralel ke-38) terlalu
selatan, Rusk mengatakan, "bahkan meskipun perbatasan itu lebih ke
utara daripada yang dapat secara realistis dicapai oleh pasukan Amerika, dalam
hal terjadi perselisihan Soviet... kami merasa penting untuk menyertakan ibu
kota Korea sebagai tanggung jawab pasukan Amerika," terutama ketika
"dihadapkan dengan kurangnya jumlah pasukan AS yang tersedia, juga faktor
ruang dan waktu, yang mengakibatkan sulitnya pasukan mencapai lebih jauh ke
utara sebelum pasukan Soviet sampai terlebih dahulu.” Pasukan Soviet setuju
dengan demarkasi itu.
Dengan berkuasanya pemerintahan militer, Jenderal John R. Hodge secara langsung mengontrol Korea
Selatan (USAMGIK 1945–48). Ia memperkuat kontrolnya dengan cara: pertama,
mengembalikan kekuasaan administrator-administrator kunci kolonial Jepang dan
juga polisi kolabolatornya; kedua menolak pengakuan USAMGIK terhadap Republik Rakyat Korea
(Agustus–September 1945)
pemerintahan sementara Korea yang mulai
berkuasa di semenanjung Korea
karena dianggap
sebagai komunis. Kebijakan AS,
yang menolak pemerintahan populer di Korea, menimbulkan gejolak dalam
masyarakat, dan mengakibatkan munculnya Perang Saudara Korea. Pada 3
September 1945, Letnan Jendral Yoshio Kozuki, komandan, Tentara Wilayah ke-17 Jepang, menghubungi
Hodge, mengatakan bahwa tentara Soviet mulai bergerak ke arah selatan
lintang 38 derajat di Kaesong. Hodge
mempercayai keakuratan informasi itu.
Pada Desember 1945, Korea di bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui Konferensi Menteri Luar Negeri
Moskwa (Oktober 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak Korea.
Komisi tersebut memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima
tahun di bawah kepemimpinan dewan perwalian. Rakyat Korea marah dan memulai
revolusi di Selatan, beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat
senjata; untuk menahannya, USAMGIK melarang demonstrasi (8 Desember 1945) dan
mencabut perlindungan hukum terhadap Pemerintahan Revolusioner dan Komite
Rakyat Republik Rakyat Korea pada 12 Desember 1945.
Penindasan kedaulatan ini mengakibatkan 8.000 pekerja
kereta api berunjuk rasa pada 23 September 1946 di Pusan, yang kemudian
menyebar ke seluruh wilayah Korea yang dikuasai AS; USAMGIK pun kehilangan
kekuasaannya. Pada 1 Oktober 1946, polisi Korea membunuh tiga mahasiswa dalam "Pemberontakan Daegu"; rakyat
menyerang balik dan membunuh 38 polisi. Demikian pula pada tanggal 3 Oktober,
sekitar 10.000 orang menyerang kantor polisi Yeongcheon, membunuh tiga anggota polisi dan
melukai 40 orang lainnya; di tempat lain, massa membunuh 20 tuan tanah dan pejabat
Korea Selatan yang pro-Jepang. USAMGIK mendeklarasikan hukum perang untuk
mengontrol Korea Selatan.
Kelompok sayap-kanan Representative Democratic Council, yang dipimpin
oleh nasionalis Syngman Rhee, menentang
perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa setelah tiga puluh lima
tahun (1910–45) dikuasai pemerintah kolonial Jepang (pemerintah asing), rakyat
Korea menolak dipimpin pemerintahan asing lainnya, termasuk AS dan Soviet.
Untuk mendapatkan keuntungan dari memanasnya suhu perpolitikan, AS keluar dari Persetujuan Moskwa—dan membentuk
pemerintahan sipil anti-komunis di Korea Selatan. AS juga melakukan
pemilu yang kemudian ditentang, dan diboikot oleh Uni Soviet untuk memaksa AS
mematuhi Persetujuan Moskwa.
Resultan pemerintah anti-komunis Korea
Selatan yang mengumumkan secara resmi konstitusi politik nasional (17 July
1948) memilih Syngman Rhee (20 July 1948) sebagai presiden dan mendirikan Republik
Korea Selatan pada 15 Agustus 1948.[26] Demikian juga
di Zona Pendudukan Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea
Utara[8] yang dipimpin
oleh Kim
Il-sung.[7] Presiden Korea
Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan anggota kelompok sayap kiri dari
panggung perpolitikan nasional. Merasa dicabut haknya, mereka pergi ke daerah
perbukitan dan bersiap melakukan perang gerilya melawan pemerintahan Republik
Korea yang disokong oleh Amerika Serikat.
Para nasionalis, baik Syngman
Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan Korea, namun di bawah sistem politik
yang dianut masing-masing pihak. Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea
Utara berhasil meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang
setelah sebelumnya melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan
bantuan terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal
masa Perang Dingin itu,
pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa apapun adalah anggota blok Komunis yang dikontrol atau setidaknya
mendapat pengaruh dari pemerintahan Moskwa; akibatnya AS mengaggap perang sipil
di Korea sebagai manuver hegemoni dari Uni
Soviet.
Tentara AS mundur dari Korea tahun 1949, meninggalkan
tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Di lain pihak, Uni Soviet
memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah banyak ke tentara Korea Utara dan
mendukung rencana invasi Kim Il-Sung.
2.2.3 Pembagian Korea
Pembagian Korea menjadi Korea
Utara dan Korea Selatan bermula sejak
kemenangan Blok Sekutu di dalam Perang Dunia II, mengakhiri 35
tahun Penjajahan Jepang atas Korea. Di dalam
sebuah proposal yang ditolak oleh hampir seluruh bangsa Korea, Amerika
Serikat dan Uni Soviet setuju untuk
sementara menduduki negara Korea sebagai wilayah perwalian dengan zona
pengawasan yang didemarkasi pada sepanjang 38
derajat lintang utara. Tujuan perwalian ini adalah untuk
mendirikan pemerintah sementara Korea yang akan menjadi "bebas dan merdeka
pada waktunya." Meskipun pemilihan umum dijadualkan, dua adidaya mendukung
dari belakang para pemimpin yang berseberangan dan dua negara itu secara
efektif telah didirikan, masing-masing mengakui kedaulatan atas seluruh Semenanjung
Korea.
Perang Korea (1950-1953)
meninggalkan dua Korea yang dipisahkan oleh Zona Demiliterisasi Korea, yang secara
teknis masih menyisakan perang melalui Perang Dingin hingga kini.
Korea Utara adalah negara komunis, seringkali
digambarkan sebagai Stalinis dan tertutup. Ekonominya
pada awalnya menikmati pertumbuhan yang substansial namun runtuh pada tahun
1990-an, tidak seperti tetangga Komunisnya Republik
Rakyat Cina. Korea Selatan tumbuh, setelah beberapa dasawarsa di
bawah penguasa otoriter, menjadi demokrasi liberal kapitalis, salah satu ekonomi terbesar di dunia.
Sejak 1990-an, dengan pemerintahan
Korea Selatan yang liberal progresif, juga mangkatnya pendiri Korea Utara Kim
Il-sung, dua pihak mangambil jalan, langkah-langkah simbolik
menuju Reunifikasi Korea yang mungkin.
2.2.4 Akhir Perang Dunia II
(1939–1945)
Pada November 1943, Franklin Roosevelt, Winston Churchill, dan Chiang Kai-shek bertemu di Konferensi
Kairo
untuk membahas apa yang harus terjadi pada koloni Jepang, dan setuju bahwa Jepang harus
kehilangan semua wilayah taklukkannya karena dikhawatirkannya bahaya
kebangkitan Jepang. Dalam pernyataan setelah konferensi ini, Korea disebutkan untuk pertama kalinya.
Tiga kekuatan menyatakan bahwa "kesadaran akan perbudakan rakyat Korea
ditentukan bahwa pada saatnya Korea akan menjadi bebas dan merdeka"
(Konferensi Kairo). Bagi nasionalis Korea yang menginginkan kemerdekaan
langsung, frasa "pada waktunya" adalah alasan kecemasan. Roosevelt
mungkin telah mengusulkan kepada Stalin bahwa 3 atau 4 tahun berlalu sebelum
Korea merdeka sepenuhnya; Stalin keberatan, dengan mengatakan bahwa periode
waktu yang lebih singkatlah yang diinginkan. Pada kasus manapun, perbincangan
Korea di antara Blok Sekutu tidak akan dilanjutkan hingga kemenangan atas
Jepang semakin dekat.
Dengan berakhirnya perang yang tampak pada bulan Agustus 1945,
masih belum ada mufakat mengenai nasib Korea di antara pemimpin Sekutu. Banyak
orang Korea di Semenanjung Korea telah membuat rencana mereka sendiri untuk
masa depan Korea, dan beberapa dari rencana ini termasuk pendudukan kembali
Korea oleh kekuatan asing. Menyusul pengeboman atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, tentara Uni Soviet menyerbu Manchuria, sesuai kesepakatan Joseph Stalin dengan Harry Truman selama konferensi Potsdam. Namun, para pemimpin Amerika
khawatir bahwa seluruh semenanjung mungkin akan diduduki oleh Uni Soviet, dan
ketakutan ini mungkin juga mengarah pada pendudukan Soviet atas Jepang.
Peristiwa berikutnya menunjukkan rasa takut ini menjadi tidak berdasar. Pasukan
Soviet tiba di Korea sebelum tibanya pasukan Amerika, tetapi mereka hanya
menduduki bagian utara semenanjung, menghentikan perjalanan mereka di 38
derajat Lintang Utara, sesuai dengan kesepakatan mereka dengan Amerika Serikat.
Pada tanggal 10 Agustus 1945 dua perwira muda - Dean Rusk dan Charles
Bonesteel
- ditugaskan untuk menciptakan zona pendudukan Amerika. Bekerja pada
pemberitahuan yang sangat pendek dan sama sekali tidak punya persiapan yang
cukup untuk tugas itu, mereka menggunakan peta National Geographic untuk menentukan 38 derajat LU;
mereka memilihnya karena garis itu membagi Korea kira-kira di tengah-tengah
tetapi akan menjadikan ibukota Seoul di bawah kendali Amerika. Tidak ada
ahli tentang Korea yang diminta konsultasi dan kedua orang tidak menyadari
bahwa empat puluh tahun sebelumnya, Jepang dan Rusia telah membahas pembagian Korea pada
sepanjang garis lintang yang sama; Rusk kemudian mengatakan bahwa dia tahu, dia
"hampir pasti" akan memilih garis yang berbeda. Bagaimanapun,
keputusan itu dituliskan secara tergesa-gesa ke dalam Orde
Umum Nomor 1 untuk pengurusan Jepang pascaperang.
Jenderal Nobuyuki
Abe,
Gubernur-Jenderal Jepang di Korea yang terakhir, telah berhubungan
dengan sejumlah orang Korea yang berpengaruh sejak awal Agustus 1945 untuk
mempersiapkan peralihan kekuasaan. Pada 15 Agustus 1945, Lyuh
Woon-Hyung, politisi sayap kiri yang moderat, setuju untuk mengambil
alih. Dia bertugas mempersiapkan pembentukan sebuah negara baru dan bekerja
keras untuk membangun struktur pemerintahan. Pada 6 September 1945, wakil-wakil kongres bersidang di
Seoul. Penyusunan dasar negara Korea modern berlangsung hanya tiga minggu
setelah Jepang menyerah. Pemerintah didominasi oleh sayap kiri, yang
sebagiannya disebabkan oleh banyak pejuang antipenjajahan yang setuju dengan
banyak pandangan komunisme mengenai imperialisme dan kolonialisme.
2.3
Korea Paca Perang Dunia II
Perang Korea saat ini masih terdengar, Bagaimana Respon Anda
mengenai Korea?? Perang bukan hanya perang Politik saja, melainkan Perang
Militer, Ekonomi, Industri Uranium. Paska Perang Dunia (PD) II, konflik itu
melibatkan Korea Selatan, Amerika Serikat dan sekutu melawan Uni Soviet, Korea
Utara dan China. Sekitar 2 juta warga Korea, 1 juta tentara China dan Korut, 30
ribu tentara AS, 400 ribu tentara Korsel, dan 1000 tentara Inggris tewas.
Sekitar 3 tahun berperang berlangsung, pembicaraan damai 2pihak terus
diupayakan. Pada tanggal 1953, genjatan senjata disepakati.Perang korea adalah
sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, perang itu terjadi antara
Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris mereka yang memihak Korsel
melawan komunis China dan Uni Soviet yang juga anggota PBB yang memihak Korut.
Total tentara Korsel dan sekutu 1.207 juta sebaliknya Korut, Uni Soviet dan
China 1.212 tentara. Perang pecah saat tentara rakyat Korut menyerang Korsel.
Tujuan Korut menyerang untuk menangkap dan mengeksekusi Presiden Korsel Syngman
Rhee yang juga komandan pasukan tentara Republik Korea.
Atas serangan itu, AS bertindak cepat dan mengajukan masalah
itu ke PBB. Dalam beberapa jam, PBB langsung memperingatkan Korut untuk mundur.
Namun Korut menolak sehingga PBB langsung mengeluarkan resolusi dan memberi
bantuan militer kepada Korsel dipimpin Jenderal Douglas. Negosiasi genjatan
senjata berlangsung 2 tahun sejak perang pecah, pada tahun 1952 Presiden AS
Dwight Eisenhower berkunjung ke Korsel untuk mencari tahu bagaimana mengakhiri
konflik Korea.Setelah PBB menerima proposal perdamaian dari India untuk perang
Korea setuju meletakan senjata pada tanggal 27 juli 1953. Dalam perjanjian itu,
2 negara yang berperang menetapkan demiliterized zone (DMZ). Untuk
sesaat, Perang Korea terhenti meskipun belum ada perjanjian damai yang
ditanda-tangani.
2.3.1 Setelah
Perang
Dunia
II
·
Di selatan
Pada 7 September 1945, Jenderal MacArthur mengumumkan bahwa Letnan Jenderal John
R. Hodge
mengelola urusan Korea, dan Hodge mendarat di Incheon baserta pasukannya keesokan
harinya. "Pemerintah Sementara Republik Korea" mengirimkan delegasi beserta
tiga orang penerjemah, namun dia menolak untuk menemui mereka.Dengan fokus
mereka lebih dominan terhadap Jepang, penguasa militer Amerika menjadi kurang
perhatian terhadap Korea dan tentara pada umumnya tidak ingin ditugaskan di
sana. Sementara Jepang diletakkan di bawah pemerintahan sipil, Korea
ditempatkan di bawah pemerintahan langsung satuan militer. Sedikit perubahan di
dalam administrasi negara itu; petugas yang melakukan pelayanan di bawah
otoritas Jepang tetap berada di posisi mereka masing-masing.
Gubernur Jepang tidak
diberhentikan sampai pertengahan September dan banyak petugas Jepang berada di
kantor sampai 1946. Keputusan tersebut membuat marah sebagian besar warga
Korea, karena Jepang selama ini telah membantu mengeksploitasi Korea. Kemarahan
ini semakin menjadi-jadi tatkala militer Amerika memilih untuk memberikan
banyak posisi pemerintahan bagi orang Korea yang dianggap telah mengkhianati
negara mereka sendiri dengan bekerja sama dengan penguasa Jepang.
Penguasa pendudukan Amerika Serikat di Korea bagian selatan
melihat banyak upaya pemerintah pribumi sebagai pemberontakan komunis dan
menolak untuk mengakui "Pemerintahan Sementara". Namun, seorang
anti-komunis bernama Syngman Rhee, yang pindah kembali ke Korea
setelah puluhan tahun di pengasingan di Amerika Serikat, dianggap sebagai calon
yang dapat diterima untuk memimpin negeri ini sementara waktu karena ia
dianggap ramah kepada Amerika Serikat. Di bawah Rhee, pemerintah sementara
Korea Selatan melakukan sejumlah kampanye militer melawan pemberontak sayap
kiri yang mengangkat senjata melawan pemerintah dan menganiaya lawan-lawan
politik lainnya. Selama beberapa tahun berikutnya, antara 30.000 dan 100.000
orang kehilangan nyawa mereka selama perang melawan pemberontak sayap kiri.
Pada Agustus 1948, Syngman Rhee menjadi presiden pertama Korea Selatan, dan pasukan Amerika Serikat
meninggalkan semenanjung.
·
Di utara
Pada bulan Agustus 1945, tentara Uni Soviet membentuk Penguasa Sipil Soviet
untuk memerintah negeri ini sampai rezim dalam negeri, yang ramah kepada Uni
Soviet, dapat didirikan. Komite sementara didirikan di seluruh negara,
meletakkan pihak Komunis di posisi kunci. Pada Maret 1946 reformasi tanah
dilembagakan karena tanah yang pernah dikuasai Jepang dan para pemilik tanah
yang berkolaborasi dibagi dan diserahkan kepada petani miskin. Kim Il-sung memprakarsai program reformasi
tanah pada tahun 1946. Dengan mengorganisasi banyak warga sipil miskin dan
pekerja pertanian di bawah komite rakyat, sebuah kampanye massa nasional
menghancurkan kendali kaum penguasa lama tanah. Tuan tanah diizinkan hanya
untuk mempertahankan tanah yang sama luasnya dengan tanah kaum sipil miskin
yang pernah menyewa tanah mereka, sehingga pembagian tanah lebih merata.
Reformasi tanah Korea Utara dicapai dengan cara yang tidak terlalu keras
daripada yang terjadi di Cina atau Vietnam. Sumber-sumber resmi Amerika
menyatakan, "Dari semua catatan, mantan tetua desa dihilangkan sebagai
pemaksaan politik tanpa mengarah pada pertumpahan darah, tapi tindakan yang
sangat hati-hati itu diambil untuk mencegah mereka kembali berkuasa."
Kebijakan ini sangat menyenangkan di kalangan petani, tetapi menyebabkan banyak
kolaborator dan mantan tuan tanah melarikan diri ke Korea Selatan di mana
beberapa di antaranya memperoleh posisi di pemerintahan Korea Selatan yang
baru. Menurut pemerintah militer Amerika Serikat, 400.000 warga Korea Utara
pergi ke Korea Selatan sebagai pengungsi.
Industri kunci dinasionalisasi. Situasi ekonomi di Korea
Utara hampir sama sulitnya seperti di Korea Selatan, karena Jepang memusatkan
pertanian di selatan dan industri berat di utara.
Pada
Februari 1946 pemerintah
sementara
yang disebut Komite Rakyat Sementara Korea Utara dibentuk di bawah pimpinan Kim
Il-sung, yang telah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk berlatih perang
bersama pasukan Soviet di Manchuria. Konflik dan perebutan kekuasaan
memanas di tingkat atas pemerintahan di Pyongyang karena pihak aspiran yang berbeda
melakukan manuver untuk mendapatkan posisi kekuasaan di dalam pemerintahan
baru. Di tingkat lokal, komite rakyat secara terbuka menyerang kolaborator dan
beberapa tuan lahan, dengan menyita banyak tanah dan harta benda mereka.
Akibatnya, banyak kolaborator dan yang lainnya hilang atau tewas. Itu terjadi
di banyak provinsi, dan melalui kerjasama dengan komite rakyat yang sama inilah
pada akhirnya pemimpin Korea Utara, Kim Il-sung mampu membangun sistem
pendukung akar rumput yang akan mengangkatnya untuk berkuasa di atas
lawan-lawan politiknya yang pernah tinggal di Pyongyang. Pasukan Soviet
berangkat pada tahun 1948.
2.3.2 Dibentuknya dua negara Korea
Dengan menguatnya ketidakpercayaan antara sekutu sebelumnya
Amerika Serikat dan Uni Soviet, tidak ada persetujuan yang berhasil dicapai
mengenai cara untuk mendamaikan pemerintah sementara yang saling bersaing.
Amerika Serikat membawa masalah ini ke hadapan Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada musim gugur 1947. Uni Soviet menentang keterlibatan
PBB.
PBB
meloloskan resolusi pada tanggal 14 November 1947, dengan menyatakan bahwa pemilihan umum yang bebas harus ditunda, pasukan
asing harus ditarik, dan sebuah komisi PBB untuk Korea harus dibentuk. Uni
Soviet, walaupun anggota dengan kekuatan hak veto, memboikot pemungutan suara
dan tidak mempertimbangkan resolusi yang akan mengikat.
Pada April 1948, sebuah konferensi organisasi-organisasi
dari Korea Utara dan Korea Selatan bertemu di Pyongyang. Konferensi ini tidak
membuahkan hasil, dan Soviet memboikot pemilihan umum yang diawasi PBB di Korea
Selatan. Tidak ada pemilihan yang diawasi PBB di utara. Pada tanggal 10 Mei Korea Selatan mengadakan pemilihan.
Syngman Rhee, yang telah mengusulkan pemilihan umum parsial di Korea Selatan
demi mewujudkan kekuasaannya sejak 1947, terpilih sudah, meskipun partai-partai
sayap kiri memboikot pemilihan umum itu. Korupsi yang
tersebar luas dilaporkan terjadi dalam pemilihan umum itu dan Republik Korea memulai hidup tanpa legitimasi yang
cukup. Pada 15 Agustus, Republik Korea secara resmi
mengambil alih kekuasaan dari militer AS.
2.2.3 Setelah Perang Korea (1953–kini)
Korea Utara dan Korea Selatan tidak pernah menandatangani
perjanjian perdamaian secara resmi dan dengan demikian mereka secara resmi
masih berperang; hanya gencatan senjata yang telah dinyatakan. Pemerintah Korea
Selatan menjadi didominasi oleh militernya dan keadaan yang ontrove damai ini
diselingi oleh pertempuran perbatasan dan beberapa upaya pembunuhan. Korea
Utara gagal dalam beberapa upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Korea
Selatan, terutama pada tahun 1968, 1974 dan 1983; terowongan sering ditemukan
di bawah Zona Demiliterisasi dan perang ontro pecah karena terjadinya insiden
pembunuhan kapak di Panmunjeom pada 1976. Pada 1973, beberapa
kontak tingkat tinggi yang sangat rahasia mulai dilakukan melalui kantor-kantor
Palang Merah, tetapi berakhir setelah insiden
Panmunjeom dengan sedikit kemajuan yang telah dibuat.
Pada akhir 1990-an, ketika Korea Selatan beralih ke demokrasi, keberhasilan kebijakan Nordpolitik, dan kekuasaan di Korea Utara
beralih kepada Kim Jong-il putera Kim Il-sung, kedua-dua ontro
mulai terlibat secara terbuka untuk kali pertama, kemudian Korea Selatan
memberlakukan Kebijakan
Cuaca Cerah.Baru-baru ini, di dalam upaya untuk memajukan upaya rekonsiliasi, kedua-dua Korea telah menerima Bendera Unifikasi tidak resmi, yang mewakili Korea di
acara olah raga internasional. Korea Selatan ontro Korea Utara bantuan dan
usaha ekonomi kerjasama yang signifikan, dan kedua-dua pemerintah telah
bekerjasama dalam mengupayakan pertemuan anggota keluarga yang terpisah dan
pariwisata terbatas di situs Korea Utara. Namun, kedua-dua ontro masih tidak
mengakui satu sama lain, dan Kebijakan
Cuaca Cerah tetap ontroversial di Korea Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar